Senin, 10 Oktober 2016

PERKEMBANGAN KETERAMPILAN IPS


PERKEMBANGAN KETERAMPILAN IPS

A.     Pengembangan Keterampilan Membaca dalam IPS
Pengembangan yang perlu dipelajari dalam membaca, antara lain:
           
      1.      Pengembangan Keterampilan Pemahaman
Memahami suatu istilah dan atau konsep maka di perlukan keterampilan memahami terhadap bacaan-bacaan yang ada. James Banks (1990) menyebut kemampuan yang dimaksud dengan istilah kesadaran metakognitif  yaitu sering diartikan “mengetahui tentang mengetahui” (knowing about knowing) atau “mengetahui bagaimana untuk mengetahui” (know how to know). Metakognitif  merupakan kesadaran tentang apa yang harus dilakukan untuk belajar. Dengan kesadaran ini maka memungkinkan para pembaca berusaha menentukan apakah mereka telah memahami dan kapan. Kemampuan yang diperlukan agar kemampuan metakognitif ini muncul adalah kemampuan melakukan kontrol (monitoring) pemahaman terhadap isi bacaan.Banks (1990) mengemukakan empat langkah untuk memonitoring adalah sebagai berikut:
1)      Kita harus mengetahui kapan kita melakukan dan tidak melakukan sesuatu.
2)      Kita harus mengetahui apa yang kita ketahui.
3)      Kita harus mengetahui apa yang mereka perlukan untuk mengetahui.
4)      Kita harus mengetahui kegunaan teknik-teknik yang membantu kita dalam belajar.
Empat langkah dalam memonitoring  pemahaman membaca ini sangatlah penting karena kesadaran metakognitif perlu adanya monitoring oleh diri sendiri (self-monitoring) dan evaluasi diri (self-evaluation). Kemampuan membaca dalam IPS perlu keterampilan khusus karena bahan bacaannya yang beragam. Jarolimek & Parker (1993) mengemukakan sejumlah keterampilan membaca dalam IPS, sebagai berikut:
Diharapkan siswa IPS adalah pembaca yang mampu:
1)      Membaca secara fleksibel.
2)      Menggunakan judul bab dan subbab sebagai alat bantu membaca.
3)      Menggunakan kunci kontekstual untk mendapatkan makna.
4)      Menyesuaikan kecepatan membaca dengan tujuan.
5)      Menduga hubungan sebab-akibat.
6)      Menggunakan bahan referensi, bila perlu, untuk memahami istilah kosa kata penting.
7)      Mencari data.
8)      Menggunakan bagian-bagian buku (seperti indeks, daftar isi, pengantar, dan sebagainya) sebagai alat bantu membaca.
9)      Menunjukkan pilihan.
10)  Menempatkan fakta dan menduga ide-ide utama.
11)  Membandingkan penjelasan satu dengan yang lainnya.
12)  Mengenal kalimat-kalimat topik.
13)  Menggunakan keterampilan untuk menemukan bahan kepustakaan.

Membaca adalah proses berpikir, dan intinya adalah proses memaknai, yakni merekontruksi makna. Proses pemaknaan ini dilakukan oleh pembaca disesuaikan dengan situasi dan teks yang dibaca. Dengan demikian, membaca merupakan suatu interaksi antara pembaca, teks, dan konteks. Membaca sering juga dikatakan sebagai proses kognitif yang kompleks. Namun, bukan berarti bahwa pekerjaan membaca tidak dapat disederhanakan. Jarolimek dan Parker menyarankan beberapa keterampilan membaca isi buku teks, sebagai berikut:

1)      Memanfaatkan beberapa bagian buku-buku.
Bagian-bagian buku hendaknya dibelajarkan sebagai alat bantu dalam memperoleh informasi. Seperti indeks, daftar isi, pengantar, dan sebagainya.
2)      Mengenali kalimat-kalimat topik.
Kalimat topik adalah sesuatu yang penting dalam setiap paragraf karena kalimat ini memberi informasi tentang apakah paragraf tersebut. Adapun yang harus dipelajari siswa:
·         Bahwa kalimat topik memberikan informasi tentang apakah paragraf tersebut,
·         Bahwa kalimat lain dalam paragraf hanya menguraikan, menjelaskan atau mendukung kalimat topik,
·         Bahwa kalimat topik biasanya, walaupun tidak selalu, adalah kalimat pertama dalam suatu paragraf.
3)      Memanfaatkan teknik pengorganisasian buku.
Kita bisa menggunakan bagian-bagian dalam buku, seperti bab, subbab, peta, chart, gambar, tabel, dan pendahuluan yang akan membantu pembaca dalam memahami isi bacaan.

4)      Memanfaatkan gambar untuk membantu pemahaman.
Penggunaan alat bantu visual yang paling luas dalam buku adalah gambar, foto, dan ilustrasi. Ini digunakan untuk memperoleh realisme, untuk mengungkapkan pemikiran, untuk mengingat objek yang sebenarnya, singkatnya untuk memberikan pemaknaan dalam belajar. Upaya ini dilakukan karena kata-kata saja tidak cukup dapat menyampaikan pesan atau arti secara akurat, tepat, dan cepat seperti gambar. Pesan yang dibawakan serta materi yang dibahas terdapat sinkronisasi dan sinergisme. Jarolimek (1993) mengemukakan tujuan mendasar dari pembelajaran dengan memanfaatkan alat bantu gambar, misalnya, adalah agar pesan yang disampaikan betul-betul akurat. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa gambar, foto atau ilustrasi hendaknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan atau jenjang usia siswa. Dengan kata lain, alat bantu tersebut hendaknya menjadi media yang dapat mempermudah penyampaian pesan.

2.      Pengembangan Keterampilan Vokabuler Sosial
Vokabuler atau vokabularium sosial yang dimaksud disini adalah semua kata, perbendaharaan kata atau kosa kata yang biasa digunakan dalam IPS. Setiap mata pelajaran memiliki vokabuler masing-masing, misalnya himpunan, bilangan genap, bilangan ganjil, bilangan prima merupakan vokabuler dalam Matematika.
Rendahnya penguasaan vokabuler IPS merupakan salah satu penyebab utama rendahnya pemahaman dan banyaknya kesalahan membaca dalam IPS. Apalagi apabila para penulis buku IPS menyuguhkan kata-kata yang dirasakan sulit (asing) bagi para pembaca (siswa). Kesulitan ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya, kata-kata tersebut belum waktunya dikenal oleh siswa karena belum sesuai dengan tingkat perkembangan usianya. Meskipun demikian, apabila seseorang berbicara atau menulis tentang konsep-konsep IPS, maka vokabuler yang tepat haruslah digunakan. Berikut ini adalah jenis kata atau istilah vokabuler sosial yang sering muncul dalam IPS sehingga perlu dikenal.
·         Istilah teknis, ialah istilah, kata-kata, atau ungkapan yang asing bagi IPS dan biasanya dijumpai ketika membaca. Misalnya: veto, meridian, legislative, temperature, plato (dataran tinggi), kapitalisme, demokrasi, abad, kuno, peradaban, dsb.
·         Istilah figuratif (kiasan), ialah ungkapan yang bersifat metaporis; memiliki konotasi berbeda dari arti harfiah yang biasa digunakan. Misalnya: flatform politik, perang dingin, pemimpin tangan besi, balas jasa, politik pintu terbuka, politik adu domba (devide et impera), dsb.
·         Kata-kata yang berarti ganda, ialah kata-kata yang memiliki ejaan yang sama tetapi memiliki makna berbeda sesuai dengan konteks. Misalnya: kamar, kursi, meja hijau, dsb.
·         Istilah-istilah khas untuk suatu wilayah tertentu, ialah ungkapan-ungkapan khusus di suatu wilayah tertentu yang tidak biasa digunakan di tempat lain. Misalnya: desa, udik, marga, nagari, dsb.
·         Kata-kata yang sama atau hampir sama pengucapannya, ialah kata-kata yang sama atau hampir sama baik ucapan maupun penulisannya namun maknanya berbeda. Misalnya: malang dengan Kota Malang, KKN (kuliah kerja nyata) dengan KKN (korupsi, kolusi, nepotisme),dsb.
·         Akronim, ialah kata-kata singkatan. Misalnya: OPEC, ASEAN, KADIN, DEPDIKNAS, dsb.
·         Istilah-istilah penjumlahan, ialah kata-kata atau istilah yang menunjukkan jumlah waktu, ruang, atau objek. Misalnya: tak lama kemudian, abad, windu, beberapa tahun kemudian, dsb.
Apabila siswa dihadapkan dengan persoalan seperti ini didalam kelas, maka guru perlu mengantisipasi istilah atau kata-kata apa saja yang dianggap sulit oleh siswa ketika siswa membaca buku teks. Dalam hal ini, ada dua jenis masalah vokabuler dalam IPS yang hendaknya diantisipasi oleh guru. Pertama, ketidakcakapan mengenal jenis kata; dan kedua, ketidaktahuan arti kata setelah ia mengenal jenis kata. Oleh karena itu, kata dan istilah baruhendaknya disajikan dan dikembangkan dalam konteks kalimat, bukan dalam pengertian kata demi kata.
Pengembangan vokabulersosial dalam PS hendaknya dilakukan oleh guru dalam kondisi ketika motivasi siswa sedang tinggi untuk belajar. Belajar kosa kata dengan cara menghafal atau melihat kamus sebelum membaca buku teks bukanlah cara yang tepat sehingga tak satupun ahli menganjurkan cara seperti ini. Strategi yang dianggap tepat sebagaimana dianjurkan oleh Jarolimek & Parker (1993) adalah dengan cara menuliskan kata-kata atau istilah kunci pada suatu kalimat dan mendiskusikan maknanya. Dengan cara demikian maka para siswa dibawah bimbingan guru dapat memilih istilah atau kata apa saja yang bermakna untuk membaca materi selanjutnya.
Disamping itu, perlu juga diperhatikan oleh guru bahwa melatih rasa sensitive bagi siswa dan menaruh perhatian terhadap istilah dan kata-kata baru  sangatlah penting. Rasa ingin tahu yang tinggi terhadap kata atau istilah baru merupakan aspek yang perlu dikembangkan untuk mencapai target keberhasilan dalam membaca. Guru-guru hendaknya mendorong para siswa agar menggunakan vokabuler sosial dalam proses belajar mengajar IPS baik dalam diskusi maupun dalam tulisan atau karangan.
Untuk melatih para siswa di bidang ini, guru dapat melibatkan siswa dalam permainan kata-kata. Misalnya, guru menyajikan teka-teki, persamaan atau lawan kata, menyajikan teka-teki silang, atau menyusun kata-kata agar membentuk makna. Kegiatan-kegiatan seperti ini akan sangat membantu dalam mengenali kata-kata atau istilah baru. Adanya papan berlatih yang menyajikan informasi baru termasuk istilah-istilah baru dapat mendukung dalam pengembangan vokabuler sosial bagi siswa.
Proses mengkombinasikan kata atau istilah baru yang telah diketahui artinya dengan cara menyusun sehingga membentuk kata baru dan memaknainya merupakan teknik yang membantu memperkaya vokabuler. Teknik yang dapat dilakukan adalah dengan cara menambahkan awalan atau akhiran pada kata dasar. Misalnya, kata “daya”  dapat dibentuk menjadi berdaya, pemberdayaan, memberdayakan, “dikte” dapat dibentuk menjadi mendikte, “diktator” dapat dibentuk menjadi kediktatoran, “adab” dapat dibentuk menjadi beradab, biadab, peradaban, dsb
B.      Konsep Dasar Keterampilan Sosial
 Secara umum keterampilan social dapat dipahami sebagai prilaku yang dipelajari, bisa diterima secara social, yang memungkinkan orang berinteraksi dengan orang lain melalui cara–cara yang menghasilkan respon positif dan membantu dalam menghindari respon negatif dari orang lain tersebut. Keterampilan social tidak hanya berhubungan dengan kemampuan untuk menginisiasikan dan menjaga interaksi positif dengan orang lain, tetapi berhubungan juga dengan kemampuan untuk mencapai tujuan yang individu miliki untuk berinteraksi dengan orang lain.[1][1]
 Pengertian keterampilan soaial menurut morgan tidak hanya melibatkan unsur kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan orang dan menjaga interaksi dengan baik, tetapi juga melibatkan unsure tujuan dari orang yang saling berinteraksi. Seseorang menunjukan perilaku yang terampil secara social dalam sebuah interaksi dengan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu melalui interaksi tertentu. Melalui pengutan dan pengukuhan dalam keterampilan sosial ini, tentunya akan sangat berdamfak positif, sikap nasoinalisme akan tumbuh, dan akan dapat mencegah adanya penyimpangan-penyimpangan sosial. Keterampilan saling berbagi ini adalah salah satu komponen yang ada di dalam keterampilan sosial, dan berdampingan dengan keterampilan-keterampilan lainnya sehingga membentuk sebuah keterampilan sosial.

C.      Keterampilan Saling Berbagi
 Keterampilan saling berbagi adalah, kecakapan, kemampuan, yang sudah tertanam dalam diri manusia untuk bisa menerima dan memberi kepada sesama, rekan atau orang-orang yang ada didekatnya. Berbagi disini memiliki arti yang sangat luas yaitu berbagi dalam hal materi, non materi, ataupun bisa berbagi hal dalam bidang ilmu pengetahuan, maka dari itu keterampilan saling berbagi ini harus ditanamkan sejak dini pada setiap anak didik kita, supaya siswa dapat menerima segala bentuk perbedaan yang ada disekelilingnya, dan saling mengasihi saling berbagi meski berbeda social. Keterampilan ini sangat penting untuk di pupuk secara terus menerus supaya anak didik dapat mengimplementasikannya di luar sekolah. Keterampilan saling berbagi ini juga sangat mempengaruhi bagi berlangsungnya sebuah interaksi yang baik di lingkungan. Tentu tidak baik jika seseorang tidak memiliki keterampilan ini, karena diluar kita berinteraksi dan saling membutuhkan satu sama lain, dimana keterampilan ini sangat diperlukan untuk berlangsungnya sebuah kebersamaan di masyarakat. Dimasyarakat luas keterampilan ini bisa di artikan juga sebagai kemampuan saling membantu satu sama lain, dalam mengatasi masalah khususnya dalam masalah eksteren yang bersangkutan dengan masyarakat luas.
Keterampilan saling berbagi, memang kedengarannya sangat mudah tapi kenyataannya keegoisan, kelas social dan perbedaan masih menjadi kendala dalam penerapan keterampilan ini dalam masyarakat luas, lalu bagaimana agar keterampilan ini dapat diimplementasikan dengan baik dalam masyarakat, marilah kita mulai dari hal terkecil yaitu kita bisa berbagi dengan orang didekat kita, berbagi pengetahuan, dan berbagi lainnya yang bersipat positif tentunya. Kuncinya jangan pernah berpikir kalau segala hal yang terjadi pada diri kita dapat diatasi dengan sendiri, pada kenyataannya manusia adalah makhluk sosial yang pastinya akan membutuhkan orang lain.
 Keterampilan ini perlu ditanamkan pada anak didik kita secara terus menerus, dengan cara seorang guru harus mampu mengkondisikan anak didik pada keadaan yang memang mereka harus saling berbagi, setia kawan dan tolong menolong, guru bisa menerapkan ini dalam pembelajaran-pembelajarannya dikelas ataupun diluar kelas. Guru memperkenalkan dan memberikan arahan pada anak didik kita tentang betapa pentingnya keterampilan saling berbagi ini untuk dikuasai khususnya diterapkan dalam kehidupannya dimasyarakat luas. Keterampilan sosial ini adalah upaya untuk meningkatkan rasa nasionalisme terhadap bangsa, peduli pada sesama dan terhindar dari penyimpangan sosial. Penyimpangan sosial seperti tawuran, bentrok antar warga dan kerusuhan kerusuhan lainnya, hal ini disebabkan oleh lemahnya keterampilan sosial salah satunya adalah keterampilan saling berbagi. Maka dari itu keterampilan saling berbagi sebagai salah satu komponen dalam keterampilan sosial perlu dikemas pada anak didik kita supaya dari sejak dini mereka mengerti dan paham.
D.     Guru Sebagai fasilitator pengembang keterapilan
Pendidikan merupakan proses pembentukan kepribandian manusia yang bertujuan untuk membantu peserta didik agar dapat menumbuh kembangkan potensi – potensi kemanusiaannya. Dalam pendidikan guru berusaha memberikan pembelajaran kepadapara siswa untuk lebih aktif mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Untuk mencapai pada tujuan pendidikan guru sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar sangat besar peranannya terutama dalam usaha pembelajaran siswa. Berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran tidak terlepas dari cara atau metode pengajaran yang diterapkan guru disekolah. Oleh karena itu, guru dituntut untuk untuk dapat memilih model mengajar yang tepat dan inovatif dalam menyajikan pelajaran. Mata pelajaran ilmu pengetahuan soaial perlu diberikan kepada semua peserta didik dimulai dari sekolah dasar untuk membekali mereka dengan kemampuan untuk berfikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama, dalam membelajarkan ilmu pengetahuan sosial kepada siswa, dan apabila guru masih menggunakan paradigma pembelajaran lama dalam arti komunikasi dalam pembelajaran ilmu pengetahuan soaial, maka pembelajaran kooperatip dapat dipilih menjadi solusinya. Pembelajaran kooperatif adalah strategi belajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda.[2][2]
Istilah ilmu pengetahuan social (IPS) diarahkan pada penelaahan masyarakat, meliputi kenyataan dan berbagai masalahnya melalui pembelajaran sejarah, geografi, ekonomi, dan sosiologi. IPS secara lebih mendalam mengkaji hubungan antar manusia yang mencakup hubungan individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, dan kelompok dengan Alam. Seorang guru harus jadi penyelam bagi anak-anak didiknya termasuk untuk mengembangkan keterampilan saling berbagi pada anak didiknya, siswa tidak akan mengenali sesutu jika tidak dikenalkan, maka seorang guru harus berupaya untuk memperkenalkannya khususnya keterampilan saling berbagi ini, pengenalan sedikit demi sedikit akan meneumbuhkan kepekaan pada anak didik kita, memahami dan dengan berjalannya waktu anak didik kitapun akan menguasai keterampilan saling berbagi ini dan siap diterapkan dikehidupannya yang lebih luas yaitu masyarakat.
E.      Penanaman Sikap Saling Berbagi pada Siswa
  Sebagai makhluk sosial kita pasti membutuhkan sosialisasi, membutuhkan orang lain, bantuan, dan semacamnya dan memang hal-hal ini lah yang harus diterapkan dalam benak peserta didik kita. Sikap social atau keterampilan saling berbagi sangat penting di tanamkan dalam diri anak, khususnya bagi anak sekolah dasar karena anak yang masuk kesekolah dasar merupakan awal dari pembentukan karakter, sikap, sifat, kepribadian, dan prilaku dalam diri siswa sehingga seorang guru harus paham dan mampu dalam menanamkan sikap social kedalam diri siswa.
 Adapun beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menanamkan sikap social khususnya sikap saling berbagi adalah dengan melalui kegiatan belajar disekolah. Kegiatan belajar disekolah merupakan kegiatan yang bisa menjadikan siswa untuk belajar banyak hal, terutama belajar dari figure seorang guru, karena itu guru dituntut untuk selalu memberikan contoh yang baik untuk siswa. Sosok seorang guru adalah sosok yang sangat penting, karena dari guru siswa banyak belajar tentang berbagai pengetahuan. Dari seorang guru pula siswa meniru dan belajar tentang sikap, berprilaku karena seorang guru akan selalu menjadi contoh pada siswanya, baik dikelas, disekolah, dan baik diluar sekolahpun guru menjadi pusat perhatian siswanya.
Menurut guru dalam menanamkan sikap social dalam diri siswa, yang paling berperan adalah keluarga di rumah, karena keluargalah yang memiliki banyak waktu bersama siswa di rumah dan selanjutnya adalah lingkungan sekolah. Begitupun cara yang guru lakukan yaitu guru mempersiapkan RPP, media dan materi yang akan guru bahas kemudian pada saat mengajar guru selalu memberikan kalimat-kalimat positif yang bisa menumbuhkan rasa sikap social pada siswa yang didalamnya terdapat aspek-aspek keterampilan salah satunya siswa akan memiliki keterampilan saling berbagi pada sesamanya. Ketika guru menjelaskan sebuah materi pembelajaran guru selalu mengkaitkannya dengan sikap-sikap sosial yang ditanamkan dalam diri siswa. Begitu juga ketika mengajar pelajaran IPS, kalimat-kalimat pembangkit.
Berdasarkan hasil survey (Enok Maryani) menunjukan bahwa pengembangan keterampilan social/keterampilan saling berbagi erat kaitannya dengan materi, metode, media, dan evaluasi pembelajaran. Materi yang bermuatan isu-isu kontemporer bersifat problem solving efektif terhadap pengembangan keterampilan social peserta didik yaitu keterampilan saling berbagi. Cooperative learning mengembangkan keterampilan saling berbagi yang lebih baik, semakin konkrit media semakin efektif untuk pengembangan keterampilan saling berbagi pada siswa. Misalnya, pemanfaatan lingkungan sekitar, film, kunjungan kerja, dan media lainnya yang bersifat partisipatif dan interaktif. Keterampilan saling berbagi dapat berkembang melalui kerja sama kelompok, membangun pemahaman, tanya jawab diskusi, dan observasi. Media yang interaktif lebih membangun pemahaman dan interaksi siswa. Pengembangan keterampilan saling berbagi melalui proses pembelajaran, oleh karena itu peran guru di dalam kelas sangat penting. Dalam hal ini guru berfungsi sebagai fasilitator dan mediator, yang dapat mengarahkan pembelajaran kearah produktif, supaya peserta didik senantiasa dibantu dan diarahkan oleh guru sehingga apa yang diperbuatnya menjadi terarah dan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Sebagai support sistem, kepala sekolah mempunyai peran yang sangat strategis dalam mendukung pengembangan keterampilan social/keterampilan saling berbagi dalam bentuk kebijakan, penyediaan sarana dan prasarana, suasana kondusif, keteladanan dan asfek manajerial lainnya.
F.       Model dan Pembelajaran Keterampilan Saling Berbagi
Model pembelajaran yang ditujukan untuk meningkatkan keterampilan social pada dasarnya mengarah pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk social, tidak dapat hidup sendiri, saling membutuhkan dan saling tergantung satu terhadap lainnya yang bisa dilakukan melalui seting pembelajaran kelompok, seperti pendapat Sja’roni (2008) bahwa dalam pembelajaran berbasis kelompok, terdapat unsure latihan keterampilan saling berbagi.
Ibrahim, dkk (2000:18) mengemukakan bahwa partisipasi aktif dalam kelompok kecil mmbantu siswa belajar keterampilan social yang penting disamping secara bersamaan mengembangkan sikaf demokratis dan keterampilan berfikir logis. Dua pendapat diatas menunjukanbahwa keterampilan social khususnya keterampilan saling berbagi dapat dikembangkan melalui pembelajaran berbasis pengalaman dalam seting kelompok. Beberapa model pembelajaran yang relevan untuk menunjang tumbuhnya keterampilan saling berbagi bada siswa/peserta didik kitya:
1.      Model Pembelajaran Kooperatif
 Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu upaya pendidikan untuk mengembangkan jiwa homo homini socius, menekankan pada hakikat manisia sebagai makhluk social yang tidak bisa hidup sendiri, membutukan pertolongan orang lain sehingga manusia perlu memiliki kemampuan bekerjasama dan keterampilan saling berbagi karena memiliki arti yang sangat penting untuk kelangsungan hidupnya. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui penggunaan kelompok kecil dimana para siswa bekerja sama dan saling berbagi untuk memaksimalkan belajarnya (secara pribadi) dan belajar diantara anggota kelompok tersebut.[3][3]
Siswa dibagi dalam kelompok kecil antara empat sampai enam orang yang heterogen dari segi kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, untuk saling membantudalam memperoleh pemahaman terhadap materi yang disampaikan oleh guru. Siswa diajak untuk terlibat secara aktif dalam belajar dengan mengerahkan seluruh kemampuannya, didalam hal ini guru mungkin akan mengalami kesulitan dalam mengelompokan siswa, karena siswa cenderung ingin berkelompok dengan orang-orang yang dikenalnya. Seperti pendapat Scott Gordon (Lie,2004:41) pada dasarnya manusia senang berkumpul dengan yang sepadan dan membuat jarak dengan yang berbeda. Namun, pengelompokan dengan orang lain Yang yang sepadan dan serupa ini bisa menghilangkan kesempatan anggota kelompoknya untuk memperluas wawasan dan memperkaya diri, karena dalam kelompok homogeny tidak terdapat banyak perbedaan yang bisa mengasah proses berpikir, bernegoisasi, dan berkembang. Jadi melalui pengelompokan kecil tetapi memiliki perbedaan dari segi kemampuan ini akan membentuk keterampilan social pada siswa khususnya dalam pengembangan keterampilan saling berbagi, dimana setiap siswa akan berbagi pengetahuan satu sama lain yaitu belajar sambil mengajar.
Pembelajaran kooperatip memang meningkatkan kontak di antara para siswa, memberikan mereka dasar untuk saling berbagi kesamaan (keanggotaan kelompok), melibatkan mereka dalam kegiatan bersama yang menyenangkan, dan membuat mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama (Slavin. 2008: 134).
Pembelajaran kooperatif disusun sebagai usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, dan keterampilan saling berbagi pada siswa, mengembangkan sikap kepemimpinan serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi serta belajar bersama dengan siswa lain yang berbeda untuk menumbuhkan keterampilan saling berbagi pada siswa pada siswa lainnya ataupun pada sesame setelah ia terjun kelingkungan yang lebih luas lagi. yang harus dikembangkan sebagai bekal dalam melakukan interaksi dan kerjasama dalam kehidupan, baik dilingkungan masyarakat maupun didunia kerja kelak.
2.      Model Pembelajaran di luar Kelas
   Seorang guru dapat memanfaatkan lingkungan sebagai media dalam mengajar anak didiknya, lalu bagaimana, dan pembelajaran seperti apa yang dapat merangsang keterampilan saling berbagi pada anak didiknya. Seorang guru dapat melakukan banyak hal dilingkungan misalnya melakukan acara kemping/pramuka, kegiatan ini dapat merangsang keterampilan mereka khususnya saling berbagi, disadari atau tidak mereka akan melakukan keterampilan itu, seperti berbagi makanan, berbagi sesuatu yang mungkin temannya tidak mempunyai.
3.      Pngajaran Nilai pada siswa
   Nilai menurut Mulyana (2004:11), adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan. Nilai merupakan sesuatu yang diinginkan sehingga melahirkan tindakan pada diri seseorang. Menurut Frankel (Kartawisastra, 1980:1) nilai adalah standar tingkah laku, keindahan, keadilan, kebenaran, dan efisiensi yang mengikat manusia dan sepatutnya untuk dijalankan dan dipertahankan.
Nilai merupakan fondasi penting dalam menentukan karakter suatu masyarakat dan suatu bangsa. Nilai tidak tumbuh dengan sendirinya, tetapi melalui proses penyebaran dan penyadaran, yang salah satunya adalah pendidikan di sekolah. Pendidikan nilai menurut Mulyana (2004:119) adalah pengajaran atau bimbingan kepada peserta didik agar menyadari kebenaran, kebaikan, dan keindahan melalui proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten.
Pendidikan nilai dimaksudkan untuk membantu peserta didik agar memahami, menyadari, dan mengalami nilai-nilai serta mampu menempatkannya secara integral dalam kehidupan. Jadi melalui pendidikan nilai ini seorang guru bisa memasukkan keterampilan-keterampilan sosial khususnya keterampilan saling berbagi. Karena nilai merupakan kumpulan sikap perasaan ataupun anggapan terhadap sesuatu hal mengenal baik-buruk, benar-salah, mulia-hina, maupun penting tidak penting.[4][4]































Kesimpulan

Keterampilan sosial diantaranya keterampilan saling berbagi sangat berperan dalam kehidupan kita dimasyarakat, seseorang tidak akan dapt hidup berdampingan dengan baik jika mereka tidak memiliki keterampilan sosial, melalui keterampilan sosial ini juga setidaknya bisa mencegah atau menjadi benteng pertahanan dari tindakan-tindakan negative seperti korupsi, tawuran dll yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian keterampilan ini sangat disarankan untuk ditanamkan pada diri siswa dari sedini mungkin, satu tujuannya yaitu agar siswa-siswa kita sebagai penerus bangsa bisa terbiasa dan mampu menerapkannya dilingkungan masyarakat tempat ia tinggal. Keterampilan saling berbagi adalah kemampuan saling menghargai, menghormati, dan respek terhadap orang dengan cara membantu, dan bekerja sama untuk memecahkan sebuah masalah.

















Sumber:
http://wedanganget.blogspot.com/2012/03/makalah-pengembangan-keterampilan.html
Eilha-dhiansyah.blogspot.com/2015/03/ketrampilan-ips.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar