MODEL
PEMBELAJARAN IPS UNTUK SD
A. Model
Pembelajaran
1) Pengertian
Model Belajar-Mengajar
Dalam
keseharian istilah ‘model’ dimaksudkan terhadap pola atau bentuk yang akan
menjadi acuan. Dalam konteks pendidikan agaknya tidak jauh juga maknanya, yakni
sebagai kerangka konseptual berkenaan dengan rancangan yang berisi langkah
teknis dalam kesatuan strategis yang harus dilakukan dalam mendorong terjadinya
situasi pendidikan; dalam wujud perilaku belajar dan mengajar dengan
kecenderungan berbeda antara satu dengan lainnya atau dengan yang biasanya.
Dengan demikian sebuah model dalam konteks pembelajaran, tidaklah dapat
diterima sebagai sebuah model jika tidak memperliahatkan ciri khususnya sebagai
sesuatu yang berbeda dari yang lainnya. Adapun menurut Sarifudin (Wahab, Azis,
1990: 1) yang dimaksud dengan ‘model belajar mengajar’ adalah “kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang terorganisasikan secara sistematik
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu, yang berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para
guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar”. Dengan
demikian, model belajar-mengajar khususnya dapat diartikan sebagai satuan cara,
yang berisi prosedur, langkah teknis yang harus dilakukan dalam mendekati
sasaran proses dan hasil belajar hingga mencapai efektifitasnya, menurut
kesesuaian dengan setting waktu, tempat dan subjek ajarnya.
2) Macam-macam
Model Mengajar
a. Model-model
Pemrosesan
Model-model
yang berorientasi pada kemampuan pemrosesan informasi dari siswa dan cara
memperbaiki kemampuannya dalam menguasai informasi, merujuk pada cara orang
menangani stimulus dari lingkungannya, mengorganisasikan data, menginderai
masalah, melahirkan konsep dan pemecahan masalah, dan menggunakan simbol verbal
da non-verbal. Sungguhpun model-model yang termasuk ke dalam rumpun ini
berkesan akademik namun tetap peduli akan hubungan sosial dan pengembangan
diri. Model-model yang termasuk dalam rumpun ini antara lain adalah; Model
Berpikir (Inquiry Training Model), Inkuiri Ilmiah (Scientific
Inquiry), Perolehan Konsep (Concept), Model Advance Organizer (Advance
Organizer Model), dan Ingatan (Memory). Model berpikir yang
dikembangkan Hilda Taba, dirancang terutama untuk pengembangan proses mental
induktif dan penalaran akademik atau pembentukan teori, namun kapasitasnya
berguna pula untuk pengembangan personal dan sosial.
b. Model-model
Personal
Model-model
yang termasuk ke dalam rumpun personal berorientasi pada pengembangan diri
individu, model-model ini menekankan proses pembentukan individu dalam
mengorganosasikan realitasnya yang unik. Fokus pengembangan diri berkesan
menekankan pada pembinaan emosional antara individu dalam hubungan produktif
dengan lingkungannya hingga diharapkan menghasilkan hubungan interpersonal yang
lebih kaya dan kemampuan pemrosesan yang lebih efektif lagi. Terliput ke dalam
rumpun ini adalah; Pengajaran Non-Direktif (Non-directive Teaching),
Pelatihan Kesadaran (Awraness Training), Sinektic (Synectics),
Sistem Konseptual (Conceptual System) dan Pertemuan Kelas (Classroom
Meeting).
c. Model-model
Interaksi Sosial
Model-model
pembelajaran yang termasuk rumpun Interaksi Sosial, menekankan hubungan antara
individu dengan masyarakat dan dengan individu lainnya. Fokus model ini
terletak pada proses di mana dengan proses ini realitas dinegosiasi memberikan
prioritas pada perbaikan kemampuan individu untuk berhubungan dengan yang
lainnya, bergelut dengan proses demokratik dan bekerja secara produktif dalam
masyarakat. Termasuk ke dalam rumpun model ini, antara lain : Investigasi
Kelompok (Group Investigation), Inkuiri Sosial (Social Inquiry),
Metode Laboratorium (Laboratory Method), Yurisprudensial (Yurisprudential),
Bermain Peran (Role Playing) dan Simulasi Sosial (Social Simulation).
d. Model
Behavioral
Model-model yang termasuk ke dalam
rumpun behavioral berpijak pada landasan teoritis yang sama, yakni teori
tingkah laku (Behavioral Theory). Dalam penerapannya, model ini banyak
menggunakan istilah lain seperti teori belajar, teori belajar sosial,
modifikasi tingkah laku, dan terapi tingkah laku. Ciri pokoknya menekankanpada
usaha mengubah tingkah laku teramati ketimbang struktur psikologis yang
mendasarinya dan tingkah laku yang tidak teramatinya. Model ini mendasarkan
pada prinsip kontrol stimulus dan penguatan (Stimulus Control and
Reinforcement). Lebih dari model lainnya model behavioral memiliki
keterpakaian yang luas dan teruji keefektifannya pada aneka tujuan seperti
pendidikan, pelatihan, tingkah laku interpersonal da pengobatan. Tercakup
kedalam model ini, antara lain: Manajemen Kontingensi (Contingency
Management), Kontrol Diri (Self Control), Relaksasi (Relaxation),
Reduksi Stres (Stress Reducation), Pelatihan Asertif (Assertive
Training), Desentisasi (Desensitization) dan Pelatihan Langsung (Direct
Training).
B. Pengembangan
Model Pembelajaran Untuk Mengatasi Masalah Pendidikan IPS di SD
Sejumlah model pendekatan pembelajaran
tersebut diatas, masing-masing mengedepankan keunggulan dalam mengupayakan
pencapaian sasaran yang diyakini oleh setiap pengembangannya, namun untuk
penerapan praktis di tempat yang sangat mungkin berbeda, harus dikalkulasikan
dengan berbagai aspek kondisional yang tentu tidak sama. Sekurang-kurangnya
dimana, oleh, atau dengan dan terutama untuk siapa proses pembelajaran
dilakukan. Khusus berkaitan dengan kebutuhan pembelajaran pada anak usia pertumbuhan,
dari sejumlah model tersebut tentunya dapat dirujuk model pendekatan yang
menjadi rujukan di atas dengan sebutan model Cognitive Emotion and Social
Development. Dasar pandangannya adalah “anak merupakan produk berbagai
pengaruh, mulai dari keluarganya, kesehatan, kondisi sosial ekonomi dan
sekolah”. Bahwa masing-masing pendekatan pada pandangan teoritis berkenaan
dengan stressingnya, dalam praktisnya dapat terjadi saling berkait
antara satu pendekatan dengan pendekatan lain secara bersamaan. Untuk itu,
memenuhi keperluan teknis operasional dalam mengembangkan pembelajaran
Pengetahuan Sosial berbasis pendekatan nilai khususnya, berikut dipetikan
langkah teknis sejumlah model pilihan yang dipandang mewakili tuntutan
karakteristik materil, peserta didik dan setting sosial yang menjadi
lingkungan kultur dan belajar SD/MI umumnya di tanah air. Beberapa dari
sejumlah pendekatan yang menjadi rujukan tersebut, secara parsial terliput
dalam kerangka teknis model pilihan berikut, antara lain: Model Inkuiri, VCT,
Bermain Peta, ITM (STS), Role Playing, dan Portofolio.
1) Model
Inkuiri
a) Makna
Pembelajaran Inkuiri
Model inkuiri
adalah salah satu model pembelajaran yang memfokuskan kepada pengembangan
kemampuan siswa dalam berpikir reflektif kritis, dan kreatif. Inkuiri adalah
salah satu model pembelajaran yang dipandang modern yang dapat dipergunakan
pada berbagai jenjang pendidikan, mulai tingkat pendidikan dasar hingga
menengah. Pelaksanaan inkuiri di dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial
dirasionalisasi pada pandangan dasar bahwa dalam model pembelajaran tersebut,
siswa didorong untuk mencari dan mendapatkan informasi melalui kegiatan belajar
mandiri. Model inkuiri pada hakekatnya merupakan penerapan metode ilmiah
khususnya di lapangan Sains, namun dapat dilakukan terhadap berbagai pemecahan
problem sosial. Savage Amstrong mengemukakan bahwa model tersebut secara luas
dapat digunakan dalam proses pembelajaran Social Studies (Savage and
Amstrong, 1996). Pengembangan strategi pembelajaran dengan model inkuiri
dipandang sanagt sesuai dengan karakteristik materil pendidikan Pengetahuan
Sosial yang bertujuan mengembangkan tanggungjawab individu dan kemampuan
berpartisipasi aktif baik sebagai anggota masyarakat dan warganegara.
b)
Langkah-langkah Inkuiri
Langkah-langkah
yang harus ditempuh di dalam model inkuiri pada hakekatnya tidak berbeda jauh
dengan langkah-langkah pemecahan masalah yang dikembangkan oleh John Dewey
dalam bukunya “How We Think”. Langkah-langkah tersebut antara lain:
· Langkah
pertama, adalah orientation, siswa mengidentifikasi masalah, dengan
pengarahan dari guru terutama yang berkaitan dengan situasi kehidupan
sehari-hari.
· Langkah kedua hypothesis,
yakni kegiatan menyusun sebuah hipotesis yang dirumuskan sejelas mungkin
sebagai antiseden dan konsekuensi dari penjelasan yang telah diajukan.
· Langkah ketiga definition,
yaitu mengklarifikasi hipotesis yang telah diajukan dalam forum diskusi kelas
untuk mendapat tanggapan.
· Langkah keempat
exploration, pada tahap ini hipotesis dipeluas kajiannya dalam
pengertian implikasinya dengan asumsi yang dikembangkan dari hipotesis
tersebut.
· Langkah kelima evidencing,
fakta dan bukti dikumpulkan untuk mencari dukungan atau pengujian bagi hipotesa
tersebut.
· Langkah keenam generalization,
pada tahap ini kegiatan inkuiri sudah sampai pada tahap mengambil kesimpulan
pemecahan masalah (Joyce dan Weil, 1980).
2) Model
Pembelajaran VCT
a) Makna
Pembelajaran VCT
VCT adalah
salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pancapaian pendidikan
nilai. Djahiri (1979: 115) mengemukakan bahwa Value Clarification Technique,
merupakan sebuah cara bagaimana menanamkan dan menggali/ mengungkapkan
nilai-nilai tertentu dari diri peserta didik. Karena itu, pada prosesnya VCT
berfungsi untuk: a) mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa
tentang suatu nilai; b) membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang
dimilikinya baik yang positif maupun yang negatif untuk kemudian dibina kearah
peningkatan atau pembetulannya; c) menanamkan suatu nilai kepada siswa
melalui cara yang rasional dan diterima siswa sebagai milik pribadinya. Dengan
kata lain, Djahiri (1979: 116) menyimpulkan bahwa VCT dimaksudkan untuk
“melatih dan membina siswa tentang bagaimana cara menilai, mengambil keputusan
terhadap suatu nilai umum untuk kemudian dilaksanakannya sebagai warga
masyarakat”.
b) Langkah
Pembelajaran Model VCT
Berkenaan
dengan teknik pembelajaran nilai Jarolimek merekomendasikan beberapa cara,
antara lain:
a. Teknik
evaluasi diri (self evaluation) dan evaluasi kelompok (group
evaluation)
Dalam teknik
evaluasi diri dan evaluasi kelompok pesertadidik diajak berdiskusi atau tanya-jawab
tentang apa yang dilakukannya serta diarakan kepada keinginan untuk perbaikan
dan penyempurnaan oleh dirinya sendiri:
1) Menentukan
tema, dari persoalan yang ada atau yang ditemukan peserta didik
2) Guru
bertanya berkenaan yang dialami peserta didik
3) Peserta
didik merespon pernyataan guru
4) Tanya jawab
guru dengan peserta didik berlangsung terus hingga sampai pada tujuan yang
diharapkan untuk menanamkan niai-nilai yang terkandung dalam materi tersebut.
b. Teknik Lecturing
Teknik lecturing,
dilalukan guru gengan bercerita dan mengangkat apa yang menjadi topik
bahasannya. Langkah-langkahnya antara lain:
1) Memilih satu
masalah / kasus / kejadian yang diambil dari buku atau yang dibuat guru.
2) Siswa
dipersilahkan memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan menggunakan kode,
misalnya: baik-buruk, salah benar, adil tidak adil, dsb.
3) Hasil kerja
kemudian dibahas bersama-sama atau kelompok kalau dibagi kelompok untuk
memberikan kesempatan alasan dan argumentasi terhadap penilaian tersebut.
c. Teknik menarik
dan memberikan percontohan
Dalam teknik
menarik dan memberi percontohan (example of axamplary behavior), guru
membarikan dan meminta contoh-contoh baik dari diri peserta didik ataupun
kehidupan masyarakat luas, kemudian dianalisis, dinilai dan didiskusikan.
d. Teknik
indoktrinasi dan pembakuan kebiasan
Teknik
indoktrinasi dan pembakuan kebiasan, dalam teknik ini peserta didik dituntut
untuk menerima atau melakukan sesuatu yang oleh guru dinyatakan baik, harus,
dilarang, dan sebagainya.
e. Teknik
tanya-jawab
Teknik
tanya-jawab guru mengangkat suatu masalah, lalu mengemukakan
pertanyaan-pertanyaan sedangkan peserta didik aktif menjawab atau mengemukakan
pendapat pikirannya.
f. Teknik
menilai suatu bahan tulisan
Teknik menila
suatu bahan tulisan, baik dari buku atau khusus dibuat guru. Dalam hal ini
peserta didik diminta memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan kode (misal:
baik - buruk, benar – tidak-benar, adil – tidak-adil dll). Cara ini dapat
dibalik, siswa membuat tulisan sedangkan guru membuat catatan kode
penilaiannya. Selanjutnya hasil kerja itu dibahas bersama atau kelompok untuk
memberikan tanggapan terhadap penilaian.
g. Teknik
mengungkapkan nilai melalui permainan (games). Dalam pilihan ini guru
dapat menggunakan model yang sudah ada maupun ciptaan sendiri.
3) Model
Bermain Peta
Keterampilan
menggunakan dan menafsirkan peta dan globe merupakan salah satu tujuan penting
dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial. Keterampilan menginterpretasi peta
maupun globe perlu dilakukan peserta didik secara fungsional. Peta dan globe
memberikan manfaat, yaitu: a) siswa dapat memperoleh gambaran mengenai
bentuk, besar, batas-batas suatu daerah; b) memperoleh pengertian yang
lebih jelas mengenai istilah-istilah geografi seperti: pulau, selat,
semnanjung, samudera, benua dan sebagainya; c) memahami peta dan globe,
diperlukan beberapa syarat yaitu : (a) arah, siswa mengerti tentang cara
menentukan tempat di bumi seperti arah mata angin, meridian, paralel, belahan
timur dan barat; (b) skala, merupakan model atau gambar yang lebih kecil dari
keadaan yang sebenarnya; (c) lambang-lambang, merupakan simbo-simbol yang mudah
dibaca tanpa ada keterangan lain; (d) warna, menggunakan berbagai warna untuk
menyatakan hal-hal tertentu misalnya: laut, beda tinggi daratan, daerah, negara
tertentu dsb.
4) Pendekatan
ITM (Ilmu-Teknologi dan Masyarakat)
a) Kebermaknaan
Model Pendekatan ITM
Pendekatan ITM
(Ilmu, Teknologi, dan Masyarakat) atau juga disebut STS
(Science-Technology-Society) muncul menjadi sebuah pilihan jawaban atas
kritik terhadap pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang bersifat tradisional (texbook),
yakni berkisar masih pada pengajaran tentang fakta-fakta dan teori-teori tanpa
menghubungkannya dengan dunia nyata yang integral. ITM dikembangkan kemudian
sebagai sebuah pendekatan guna mencapai tujuan pembelajaran yang berkaitan
langsung dengan lingkungan nyata dengan cara melibatkan peran aktif peserta
didik dalam mencari informasi untuk meemcahkan masalah yang ditemukan dalam
kehidupan kesehariannya. Pendekatan ITM menekankan pad aktivitas peserta didik
melalui penggunaan keterampilanproses dan mendorong berpikir tingkat tinggi,
seperti; melakukan kegiatan pengumpulan data, menganalisis data, melakukan
survey observasi, wawancara dengan masyarakat bahkan kegiatan di laboratorium
dsb. Oleh karena itu, permasalahan tentang kemasyarakatan sebagaimana adanya
tidak terlepas dari perkembangan ilmu dan teknologi, dapat dijawab melalui
inkuiri. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut peserta didik menjadi lebih aktif
dalam menggali permasalahan berdasarkan pada pengalaman sendiri hingga mampu
melahirkan kerangka pemecahan masalah dan tindakan yang dapat dilakukan secara
nyata. Karena itu, pendekatan ITM dipandang dapat memberi kontribusi langsung
terhadap misi pokok pembelajaran pengetahuan sosial, khusus dalam mempersiapkan
warga negara agar memiliki kemampuan: a) memahami ilmu pengetahuan di
masyarakat, b) mengambil keputusan sebagai warga negara, c)
membuat hubungan antar pengetahuan, dan d) mengingat sejarah perjuangan
dan peradaban luhur bangsanya.
b) Langkah
Pendekatan ITM
Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran pendekatan ITM antara
lain:
1. Menekankan
pada paham kontruktivisme, bahwa setiap individu peserta didik, telah memiliki
sejumlah pengetahuan dari pengalamannya sendiri dalam kehidupan faktual di
lingkungan keluarga dan masyarakat.
2. Peserta
didik dituntut untuk belajar dalam memecahkan permasalahan dan dapat
menggunakan sumber-sumber setempat (nara sumber dan bahan-bahan lainnya) untuk
memperoleh informasi yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah.
3. Pola
pembelajaran bersifat kooperatif (kerja sama) dalam setiap kegiatan
pembelajaran serta menekankan pada keterampilan proses dalam rangka melatih
peserta didik berfikir tingkat tinggi.
4. Peserta
didik menggali konsep-konsep melalui proses pembelajaran yang ditempuh dengan
cara pengamatan (observasi) terhadap objek-objek yang dipelajarinya.
5.
Masalah-masalah aktual sebagai objek kajian, dibahas bersama guru dan peserta
didik guna menghindari terjadi kesalahan konsep.
6. Pemilihan
tema-tema didasarakan urutan integratif.
7. Tema
pengorganisasian pokok dari sejumlah unit ITM adalah isu dan masalah sosial
yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan.
c) Tahapan
Metode Pendekatan ITM
(1) Tahap
Eksplorasi
Kegiatan
eksplorasi merupakan tahap pengumpulan data lapangan dan data yang berkaitan
dengan nilai. Peserta didik dengan bantuan LKS secara berkelompok melakukan
pengamatan langsung. Eksplorasi dilakukan guna membuktikan konsep awal yang
mereka miliki dengan konsep ilmiah.
(2) Tahap
Penjelasan dan Solusi
Dari data yang
telah terkumpul berdasarkan hasil pengamatan, diharapkan peserta didik mampu
memberikan solusi sebagai alternatif jawaban tentang persoalan lingkungan.
Peserta didik didorong untuk menyampaikan gagasan, menyimpulkan, memberikan
argumen dengan tepat, membuat model, membuat poster yang berkenaan dengan pesan
lingkungan, membuat puisi, menggambar, membuat karangan, serta membuat karya
seni lainnya.
(3) Tahap
Pengambilan Tindakan
Peserta didik dapat
membuat keputusan atau mempertimbangkan alternatif tindakan dan
akibat-akibatnya dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah
diperolehnya. Berdasar pengenalan masalah dan pengembangan gagasan
pemecahannya, mereka dapat bermain peran (Role Playing) membuat
kebijakan strategis yang diperlukan untuk mempengaruhi publik dalam mengatasi
permasalahan lingkungan tersebut.
(4) Diskusi dan
Penjelasan
Berikutnya guru
dan peserta didik melakukan diskusi kelas dan penjelasan konsep melalui tahapan
sebagai berikut:
· Masing-masing
kelompok melaporkan hasil temuan pengamatan lingkungannya.
· Guru memberikan
kesempatan kepada anggota kelas lainnya untuk memberikan tanggapan atau
informasi yang relevan terhadap laporan kelompok temannya.
· Guru bersama peserta
didik menyimpulkan konsep baru yang diperoleh kemudian mereka diminta melihat
kembali jawaban yang telah disampaikan sebelum kegiatan eksplorasi.
· Guru membimbing
peserta didik merkonstruksi kembali pengetahuan langsung dari objek yang
dipelajari tentang alam lingkungannya.
(5) Tahap
Pengembangan dan Aplikasi Konsep
· Guru bertanya
pada peserta didik tentang hal-hal yang diliahat dalam kehidupan sehari-hari
yang merupakan aplikasi konsep baru yang telah ditemukan.
· Guru dan
peserta didik mendiskusikan sikap dan kepedulian yang dapat mereka tumbuhkan
dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan konsep baru yang telah ditemukan.
(6) Tahap
Evaluasi
Pada tahapan
evaluasi, guru memperlihatkan gambar suasana lingkungan yang berbeda yaitu lingkungan
yang terpelihara dan yang tidak terpelihara. Kemudian menggunakan pertanyaan
pancingan pada peserta didik sehingga mampu memberikan penilaian sendiri
tentang keadaan kedua lingkungan tersebut.
(7) Kegiatan
Penutup
Kegiatan
penutup merupakan kegiatan penyimpulan yang dilakukan guru dan peserta didik
dari seluruh rangkaian pembelajaran. Sebagai bagian penutup, guru menyampaikan
pesan moral.
5) Model Role
Playing
a) Kebermaknaan
Penggunaan Model Role Playing
Role Playing adalah salah
satu model pembelajaran yang perlu menjadi pengalaman belajar peserta didik,
terutama dalam konteks pembelajaran Pengetahuan Sosial dan Kewarganegaraan
didalamnya. Sebagai langkah teknis, role playing sendiri tidak jarang
menjadi pelengkap kegiatan pembelajaran yang dikembangkan dengan stressing
model pendekatan lainnya, seperti inkuiri, ITM, Portofolio, dan lainnya. Secara
komprehensif makna penggunaan role playing dikemukakan George Shaftel
(Djahiri, 1978: 109) antara lain:
1) untuk
menghayati sesuatu/hal/kejadian sebenarnya dalam realitas kehidupan; 2)
agar memahami apa yang menjadi sebab dari sesuatu serta bagaimana akibatnya; 3)
untuk mempertajam indera dan perasaan siswa terhadap sesuatu; 4) sebagai
penyaluran/pelepasan tensi (kelebihan energi psykhis) dan perasaan-perasaan;
5) sebagai alat diagnosa keadaan; 6) ke arah pembentukan konsep
secara mandiri; 7) menggali peran-peran dari pada dalam suatu
kehidupan/kejadian/keadaan; 8) menggali dan meneliti nilai-nilai (norma)
dan peranan budaya dalam kehidupan; 9) membantu siswa dalam
mengklarifikasikan (memperinci) pola berpikir, berbuat dan keterampilannya
dalam membuat/ mengambil keputusan menurut caranya sendiri; 10) membina
siswa dalam kemampuan memecahakan masalah.
b)
Langkah-langkah Role Playing
Adapun
langkah-langkahnya, Djahiri (1978: 109) mengangkat urutan teknis yang
dikembangkan Shaftel yang terdiri dari 9 langkah dalam tabel berikut.
No.
|
Urutan Langkah
|
Kegiatan dan Pelakunya
|
1.
|
Penjelasan umum
|
1.1. Mencari
atau mengemukakan permasalahan (oleh guru atau bersama siswa).
1.2.
Memperjelas masalah/ topik tersebut (guru).
1.3. Mencari
bahan-bahan, keterangan atau penjelasan lebih lanjut, dengan menunjukan
sumbernya (guru & siswa).
1.4.
Menjelaskan tujuan, makna dari role playing.
|
2.
|
Memilih para pelaku
|
2.1. Menganalisis
peran yang harus dimainkan (guru bersama siswa).
2.2. Memilih
para pelakunya (dibantu guru).
|
3.
|
Menentukan Observer
|
3.1.
Menentukan observer dan menjelaskan tugas dan peranannya (guru & siswa).
|
4.
|
Menentukan jalan cerita
|
4.1. gariskan
jalan ceritanya.
4.2. tegaskan
peran-peran yang ada didalamnya.
4.3. berikut
gambaran situasi keadaan cerita tersebut (guru + siswa).
|
5.
|
Pelaksanaan (bermain)
|
5.1. Mulai
melakonkan permainan tersebut
5.2. Menjaga
agar setiap peran berjalan.
5.3. Jagalah
agar babakan-babakan terlihat jelas.
|
No.
|
Urutan Langkah
|
Kegiatan dan Pelakunya
|
6.
|
Diskusi dan permainan
|
6.1. Telaah
setiap peran, posisi, dan permainan.
6.2.
diskusikan hal tersebut berikut saran perbaikannya.
6.3. Siapkan
permainan ulangan.
|
7.
|
Permainan ulang dan diskusi serta
penelaahan
|
7.1. Seperti
sub 5 dan sub 6
|
8.
|
Mempertukarkan pikiran, pengalaman
dan membuat kesimpulan
|
8.1. Setiap
pelaku mengemukakan pengalaman, perasaan dan pendapatnya.
8.2. Observer
mengemukakan penilaian pendapatnya.
8.3. Siswa
dan guru membuat kesimpulan dan merangkainya dengan topik / konsep yang
sedang dipelajarinya.
|
6) Model
Portofolio
a) Makna
Pembelajaran Portofolio
Protofolio
dalam pendidikan mulai dipergunakan sebagai salah satu jenis model penilaian (Assesment)
yang berbasis produk, yakni penilaian yang didasarkan pada segala hasil yang
dapat dibuat atau ditunjukan peserta didik, kemudian dihimpun dalam sebuah ‘map
jepit’ (portofolio) untuk dijadikan bahan pertimbangan guru dalam memberikan
asesmen otentik terhadap kinerja peserta didik.
Sapriya
(Winataputra, 2002: 1.16) menegaskan bahwa: “portofolio merupakan karya
terpilih kelas/siswa secara keseluruhan yang bekerja secara kooperatif membuat
kebijakan publik untuk membahas pemecahan terhadap suatu masalah kemasyarakatan”.
Makna pembelajaran berbasis portofolio dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial
adalah memperkenalkan kepada peserta didik dan membelajarkan mereka “pada
metode dan langkah-langkah yang digunakan dalam proses politik”
kewarganegaraan/kemasyarakatan.
b)
Langkah-langkah Penbelajaran Portofolio
Secara teknis pendekatan portofolio dimulai dengan
membagi peserta didik dalam kelas ke dalam beberapa kelompok, lajimnya
dilakukan menjadi 4 atau sesuai menurut keadaan dan keperluannya. Berdasarkan
urutannya, setiap kelompok membidangi tugas dan tanggungjawab masing-masing,
antara lain:
(1) Kelompok
portofolio-satu; Menjelaskan masalah, dalam tugasnya kelompokini
bertanggung jawab untuk menjelaskan masalah yang telah mereka pilih untuk
dikaji dalam kelas.
(2) Kelompok
portofolio-dua; Menilai kebijakan alternatif yang diusulkan untuk memecahkan
masalah, dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk menjelaskan
kebijakan saat ini dan atau kebijakan yang dirancang untuk memecahkan masalah.
(3) Kelompok
portofolio-tiga; Membuat satu kebijakan publik yang didukung oleh kelas,
dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat satu kebijakan
publik tertentu yang disepakati untuk didukung oleh mayoritas kelas serta
memberikan pembenaran terhadap kebijakan tersebut.
(4) Kelompok
portofolio-empat; Membuat satu rencana tindakan agar pemerintah (setempat)
dalam masyarakat mau menerima kebijakan kelas. Dalam tugasnya kelompok ini
bertanggung jawab untuk membuat suatu rencana tindakan yang menujukkan
bagaimana warganegara dapat mempengaruhi pemerintah (setempat) untuk menerima
kebijakan yang didukung oleh kelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar