LAPORAN
HASIL DISKUSI
PENDIDIKAN
BAHASA INDONESIA
KAIDAH –KAIDAH KEBAHASAAN
KAIDAH
EJAAN, KAIDAH ISTILAH,
DAN KAIDAH TATA BAHASA
Di Susun oleh kelompok 3 :
Kenny
Titjo
Mantari
Binambuni
Juliana
Walanda
Kurniati
Modeong
Ryan
Tulumang
Kelas 1B
Dosen Pengajar :
KEMENTRIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI
MANADO
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
DASAR/PGSD
2012
Kata Pengantar
Puji syukur
penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan ini tepat pada waktunya
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
Dosen yang telah memberikan ilmu dan bimbingan sebelum
pembuatan makalah ini
Rekan-rekan
mahasiswa seperjuangan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang sudah
sangat membantu dalam terselesaikannya makalah ini
Semua pihak
yang secara langsung maupun tidak langsung juga membantu dalam pembuatan
makalah ini
Harapan penulis
semoga dengan adanya pembuatan Laporan ini dapat berguna bagi kita sebagai
calon guru sekolah dasar dalam tata kebahasaan semakin bertambah.
Penulis
menyadari bahwa Laporan ini masih jauh sempurna, untuk itu penulis harapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar menjadi lebih baik dimasa
yang akan datang.
Apabila terjadi
kesalahan dalam penulisan makalah ini penulis mohon maaf yang setulus-tulusnya.
Penulis
Daftar
Isi
Kata
Pengantar
.........................................................................................i
Daftar Isi
....................................................................................................ii
Bab 1 Pembahasan
..................................................................................1
a. Latar Belakang .................................................................1
b.Rumusan Masalah .............................................................1
c.Tujuan ................................................................................2
d.Manfaat .............................................................................2
Bab 2 Kajian Pustaka ...............................................................................3
I. Pemakaian Huruf ..................................................................4
II. Pemakaian Huruf Kapital dan
Huruf Miring ....................7
III. Penulisan Kata ....................................................................8
IV. Pemakaian Tanda Baca ....................................................13
Bab 3 Penutup ...........................................................................................20
a.Kesimpulan ............................................................................20
b.Saran
......................................................................................20
Daftar Pustaka ...........................................................................................21
ii
BAB
1
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Dalam pemahaman umum, bahasa Indonesia
sudah diketahui sebagai alat berkomunikasi. Setiap situasi memungkinkan
seseorang memilih variasi bahasa yang akan digunakannya. Berbagai faktor turut menentukan
pemilihan tersebut, seperti penulis, pembaca, pokok pembicaraan,dan sarana.
Dalam
berbahasa Indonesia, tingkat kesadaran dan kepatuhan akan kaidah-kaidah
kebahasaan secara jelas tergambarkan melalui perilaku berbahasa kita, baik
ketika kita menggunakan bahasa Indonesia dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk
tulisan. Tata bahasa baku bahasa Indonesia pada dasarnya merupakan rambu-rambu
yang harus disadari dan sekaligus dipatuhi oleh para pemakai bahasa Indonesia
agar perilaku berbahasa mereka tetap memperlihatkan ciri kerapian dan
kecermatan. Kerapian dan kecermatan berbahasa ini hanya mungkin apabila bahasa
Indonesia itu sendiri sebagai alat komunikasi memang telah siap untuk digunakan
secara rapi dan cermat.
Ada
dua hal mendasar yang harus dipenuhi oleh bahasa Indonesia agar bahasa
persatuan dan bahasa negara milik bangsa Indonesia itu tetap mantap dapat
digunakan sebagai alat komunikasi yang efektif dan efisien. Pertama,
kaidah-kaidah kebahasaannya harus mantap. Kedua, perbendaharaan kata dan peristilahannya
harus kaya dan lengkap. Apabila kedua macam persyaratan itu terpenuhi, bahasa
Indonesia telah siap untuk digunakan secara rapi dan cermat untuk berbagai
keperluan komunikasi, termasuk dalam konteks upaya mencerdaskan kehidupan
bangsa.
b. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas,
masalah yang mungkin akan muncul antara lain:
1.
Bagaimanakah
kaidah-kaidah kebahasaan bahasa Indonesia yang benar menurut tata bahasa
baku bahasa Indonesia?
2. Hal-hal apa sajakah yang termasuk dalam kaidah
ejaan, kaidah istilah, dan kaidah tata bahasa?
3. Bagaimanakah
penerapan kaidah-kaidah kebahasaan tersebut dalam hal berkomunikasi baik
lisan maupun tertulis?
1
c. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan
makalah kaidah-kaidah kebahasaan ini adalah:
1.
Mahasiswa
mengerti dan memahami kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang berlaku menurut
tata bahasa baku bahasa Indonesia.
2.
Mahasiswa
mampu menerapkan kaidah-kaidah kebahasaan yang berlaku tersebut dalam
komunikasi baik secara lisan maupun
tertulis.
3.
Mahasiswa
mampu membandingkan kaidah-kaidah kebahasaan yang selama ini berlaku
di masyarakat dengan kaidah-kaidah
kebahasaan menurut tata bahasa baku bahasa
Indonesia yang benar.
4.
Mahasiswa
mampu mengevaluasi kesalahan pada penggunaan kaidah-kaidah kebahasaan yang
tidak benar dalam komunikasi lisan maupun
tertulis selama ini.
d. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari pembuatan
makalah kaidah-kaidah kebahasaan ini adalah untuk mengetahui secara lebih detail dan terperinci
tentang kaidah-kaidah kebahasaan bahasa Indonesia yang benar menurut tata
bahasa baku bahasa Indonesia. Kaidah-kaidah kebahasaan yang dimaksud adalah
kaidah dalam hal ejaan, istilah, dan tata bahasa. Setelah mengetahui
kaidah-kaidah kebahasaan yang benar, mahasiswa akan mampu membuat kesimpulan
dan membandingkannya dengan bahasa yang telah mereka gunakan selama ini, apakah
sudah sesuai dengan kaidah kebahasaan yang berlaku atau belum sama sekali.
2
BAB
2
KAJIAN
PUSTAKA
a. Tinjauan Pustaka
Makalah kaidah-kaidah kebahasaan ini
membahas tentang kaidah-kaidah kebahasaan secara garis besar. Kaidah-kaidah
kebahasaan yang dibahas dalam makalah ini dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu
kaidah ejaan, kaidah istilah, dan kaidah tata bahasa. Kaidah ejaan perlu
dibahas agar mengetahui hal-hal apa saja yang termasuk dalam ejaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar serta cara penerapannya. Kaidah istilah perlu
dibahas agar mengetahui dasar-dasar serta unsur-unsur penyerapan bahasa asing.
Kaidah tata bahasa perlu dibahas agar mengetahui tata bahasa baku bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
b. Kerangka Pemikiran
Makalah kaidah-kaidah kebahasaan ini
terdiri dari tiga kelompok besar, yaitu kaidah ejaan, kaidah istilah, dan kaidah tata bahasa. Pada kaidah
ejaan, dibahas mengenai pemakaian huruf, mulai dari pemakaian huruf abjad
hingga pemenggalan kata, pemakaian huruf kapital dan huruf miring, penulisan
kata, serta pemakaian tanda baca. Pada kaidah istilah, dibahas mengenai
penulisan huruf serapan, kaidah ejaan huruf serapan, konsonan ganda, serta
akhiran asing. Pada kaidah tata bahasa, dibahas mengenai pengertian mengenai
tata bunyi, pengertian mengenai pembentukan kata, pengertian mengenai kalimat,
serta pengertian mengenai wacana. Masing-masing dari pokok bahasan makalah ini
kemudian diuraikan pengertian dan pada bagian akhirnya disertai dengan contoh
untuk lebih memudahkan pemahaman.
3
I. Pemakaian Huruf
a. Huruf Abjad
Abjad
yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas:
Huruf
Nama Huruf Nama Huruf Nama
Aa a Jj je Ss es
Bb be Kk ka Tt te
Cc ce Ll el Uu u
Dd de Mm em Vv ve
b. Huruf Vokal
Huruf
yang melambangkan vocal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, i, u, e,
dan o.
Huruf Vokal Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
a api padi lusa
e* enak petak sore
emas kena tipe
*):
Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata
menimbulkan
keraguan.
c. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam
bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g,
h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y,
dan z.
4
Huruf
Konsonan Contoh Pemakaian dalam Kata
Di
Awal Di Tengah Di Akhir
b
bahasa sebut adab
c
cakap kaca -
d
dua ada abad
*):
Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah.
**):
Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu.
d. Huruf Diftong
Di
dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan
oi.
Huruf Diftong Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
ai ain syaitan pandai
au
aula saudara harimau
oi -
boikot amboi
e. Gabungan Huruf Konsonan
Di
dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan
konsonan,
yaitu
kh, ng, ny, dan sy.
GabunganHuruf
Konsonan
Contoh Pemakaian dalam Kata
Di
Awal Di Tengah Di Akhir
kh khusus akhir tarikh
ng
ngilu bangun senang
5
f. Pemenggalan Kata
1. Pemenggalan
kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut:
a. Jika
di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan kata itu dilakukan antara
kedua
huruf
vokal
itu.
Misalnya: ma - in, sa - at, bu - ah.
Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah
diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak dilakukan
di antara kedua huruf itu.
Misalnya: sau-da-ra bukan sa-u-da-ra.
b. Jika di tengah kata ada huruf konsonan,
termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua buah
huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum
huruf konsonan.
Misalnya: ba - pak, ba-rang, la-wan, de-ngan.
c. Jika di
tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di
antara
kedua
huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Misalnya:
man - di, som - bong, swas - ta, makh - luk, Ap - ril.
d. Jika
di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan
di antara
huruf
konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
ins - trumen, in - fra, bang - krut, ikh - las.
2.
Imbuhan
akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk
serta
partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal
pada
pergantian
baris.
Misalnya:
makan - an, mem - bantu, pergi - lah, me – rasa - kan.
Catatan:
•
Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal.
• Akhiran –i tidak dipenggal.
• Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan
kata dilakukan sebagai berikut:
Misalnya:
te – lun - juk, ge – li - gi, si – nam - bung.
6
3.
Jika
suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat
bergabung dengan
unsur lain, pemenggalan kata dapat dilakukan:
1) Di
antara unsur-unsur itu atau
2) Pada
unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c, dan 1d di atas.
Misalnya:
bio-grafi, bi – o – gra - fi; pasca - panen, pas – ca – pa - nen.
Keterangan:
Nama
orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan Ejaan Bahasa
Indonesia
yang Disempurnakan kecuali jika ada
pertimbangan khusus.
II. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
a. Huruf
Kapital atau Huruf Besar
1. Huruf
kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:
Dia harus bekerja keras.
2. Huruf
kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya:
Nenek menasehati, “Berhati-hatilah, Nak!”
4.
Huruf
kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan
nama
Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti
untuk Tuhan.
Misalnya:
Allah, Yang Mahakuasa, Quran, hamba-Mu.
5.
Huruf
kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagaman yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Haji Sulaiman, Sultan Baharuddin, Nabi Muhammad.
Huruf
kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar, kehormatan, keturunan,
dan
keagamaan yang tidak diikuti nama orang.
Misalnya: Tahun depan ia pergi naik haji.
6.
Huruf
kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang
diikuti nama
orang
atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau
nama tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Boediono, Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf
pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti
7
nama orang, atau nama tempat.
Misalnya:
Siapa nama perdana menteri yang baru dilantik itu?
b. Huruf Miring
1. Huruf
miring dalam cetakan dipakai untuk menulis nama buku, majalah, dan surat kabar
yang
dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
majalah Jawa Pos, kitab Negarakertagama.
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk
menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata,
kata, atau kelompok kata.
Misalnya: Makalah ini tidak membicarakan
pembentukan kalimat.
Dia bukan menipu, tetapi ditipu.
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk
menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing
yang telah disesuaikan ejaannya.
Misalnya:
Nama ilmiah buah manggis adalah Carcinia mangostana.
Belanda
menerapkan politik devide et impera.
Tetapi:
Negara itu telah mengalami tiga kudeta.
Catatan:
Dalam
tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring diberi
satu garis di
bawahnya.
III. Penulisan Kata
A. Kata
Dasar
Kata
yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Misalnya: Buku itu sangat
tebal.
B.
Kata Turunan
1. Imbuhan
(awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Misalnya:
mempermainkan, penetapan, bergeletar.
8
2.
Jika bentuk dasar berupa gabungan kata,
awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata
yang
langsung
mengikuti atau mendahuluinya. Misalnya: bertepuk tangan, menganak sungai, garis
bawahi, sebar luaskan.
3. Jika
bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus,
unsur
gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya:
menggarisbawahi, menyebarluaskan,
dilipatgandakan, penghancurleburan.
4. Jika
salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu
ditulis
serangkai. Misalnya: adipati, mahasiswa,
kolonialisme, antarkota, narapidana, semiprofesional,
multilateral.
Catatan:
1)
Jika
bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di
antara kedua
unsur itu dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya: non-Indonesia, pan-Afrikanisme.
2)
Jika
kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata
dasar,
gabungan
itu ditulis terpisah. Misalnya: Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa selalu
melindungi kita.
C. Kata Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap
dengan menggunakan tanda hubung. Misalnya: buku-buku, kura-kura, gerak-gerik,
lauk-pauk, berjalaln-jalan, dibesar-besarkan, terus-menerus, menulis-nulis,
porak-poranda.
D. Gabungan Kata
1.
Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus,
unsur-unsurnya
ditulis
terpisah. Misalnya: duta besar, meja tulis,
rumah sakit.
2. Gabungan
kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian,
dapat ditulis dengan tanda hubung untuk
menegaskan pertalian di antara unsur yang
bersangkutan. Misalnya: alat pandang-dengar,
anak-istri saya.
3. Gabungan
kata berikut ditulis serangkai. Misalnya: acapkali, adakalanya, beasiswa,
bumiputra,
9
bilamana,
peribahasa, radioaktif, sukacita, olahraga, sediakala, puspawarna, sebagaimana,
paramasastra, daripada.
E. Kata
Ganti ku, kau, mu, dan nya
Kata
ganti ku dank au ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya: ku, mu, dan
nya ditulis
serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya: Apakah yang kaumiliki boleh kuambil?;
Bukuku, bukumu, dan bukunya, ada di atas kantor.
F.
Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ked an dari ditulis terpisah
dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan
kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu
kata seperti kepada dan daripada.
G.
Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata
yang mengikutinya. Misalnya: Singa itu marah sekali
kepada
sang Gajah; Bingkisan kado itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.
H. Partikel
1. Partikel
–lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
bacalah, apakah, siapakah, adalah, apatah.
2. Partikel
pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya: apa pun, satu kali
pun,
pulang pun, adik pun.
Catatan:
Kelompok
yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, anadaipun, ataupun, bagaimanapun,
biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun,
meskipun, sekalipun, sungguhpun, walaupun.
3. Partikel
per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian
kalimat yang
mendahului atau mengikutinya. Misalnya:
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 Juni;
Mereka
masuk ke dalam ruangan satu per satu; harga kain itu Rp 5.000,00 per helai.
10
I. Singkatan dan Akronim
1. Singkatan adalah bentuk yang dipendekkan yang
terdiri atas satu huruf atau lebih.
a. Singkatan nama orang, nama gelar,
sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik.
Misal: S. Kar, Sdr. , M. B. A.
b. Singkatan
nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta
nama dokumen resmi yang terdiri atas
huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak
diikuti
dengan
tanda titik. Misal: MPR, PGRI.
c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga
huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Misal: dll. , dsb. ,
dst., Yth. , sda. . Tetapi: a. n. , d. a.
, s. d. .
d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran,
takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda
titik.
Misal: Cu, cm, Rp, kg, kVA, TNT, l.
2. Akronim adalah singkatan yang berupa
gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun
gabungan huruf dan suku kata dari deret
kata yang diperlakukan sebagai kata.
a.
Akronim
nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya
dengan
huruf kapital. Misal: ABRI, SIM, IKIP.
b. Akronim
nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari
deret kata ditulis dengan huruf awal huruf
kapital. Misal: Akabri, Bappenas, Kowani, Kapolri.
Akronim yang bukan nama diri yang
berupa gabungan huruf dan suku kata dari deret kata
Seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Misal: pemilu, radar, tilang, rudal, rapim.
Catatan:
Jika dianggap perlu membentuk akronim,
hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut:
1) Jumlah
suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata
Indonesia.
2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan
keserasian kombinasi vocal dan konsonan yang sesuai
dengan pola kata Indonesia yang lazim.
J. Angka
dan Lambang Bilangan
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang
bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim
11
digunakan angka Arab atau angka Romawi.
2. Angka digunakan untuk menyatakan:
a. Ukuran panjang, berat, luas, dan isi
b. Satuan waktu
c. Nilai uang
d.
Kuantitas
3. Angka lazim dipakai untuk melambangkan
nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada
alamat.
4. Angka
digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
5. Penulisan
lambang bilangan yang dengan huruf dilakukan sebagai berikut:
a. Bilangan utuh
b.
Bilangan pecahan
6. Penulisan
lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang berikut. Misalnya:
Paku
Buwono
X, abad ke-20 ini, tingkat II.
7.
Penulisan
lambang bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti. Misalnya: tahun ’50-an
(tahun
lima puluhan).
8.
Lambang
bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf
kecuali
jika beberapa lambang bilangan dipakai secara
berurutan, seperti dalam perincian dan
pemaparan.
Misalnya: Ayah memesan dua puluh ekor ayam; Dia antara
100 orang yang hadir, 75 orang
setuju, dan 25 orang
tidak setuju.
9. Lambang bilangan pada awal kalimat
ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah
sehingga bilangan yang tidak dapat
dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada
awal kalimat.
Misalnya:
Sepuluh orang tewas dalam kebakaran itu; Ibu mengundang 500 orang tamu.
10. Angka yang menunjukkan bilangan utuh
yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah
dibaca. Misalnya: 250 juta, 300 milyar.
12
11. Bilangan
tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di
dalam
dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
12. Jika
bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
Misalnya: Saya
sertakan uang tunai sebesar Rp 350.000,00
(tiga ratus lima puluh ribu rupiah).
IV. Pemakaian Tanda Baca
A. Tanda Titik (.)
1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat
yang bukan pertanyaan.
2. Tanda titik dipakai di belakang angka
atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya: 1.1.2 Isi karangan.
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang
angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka
atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam
deretan angka atau huruf.
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan
angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
Misalnya: pukul 2.46.10 (pukul 2 lewat 46
menit 10 detik).
4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan
angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka
waktu. Misalnya: 20.45 jam (20 menit, 45
detik).
5. Tanda titik dipakai di antara nama
penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya
dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar
pustaka.
B.
Tanda Koma (,)
1. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur
dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
Satu, dua, tiga!
2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan
kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya
yang didahului oleh kata seperti tetapi atau
melainkan.
3. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak
kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu
mendahului induk kalimatnya. Misalnya: Kalau
hari hujan, saya tidak akan datang.
13
Tanda
koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat
itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya: Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau
ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat
pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya
oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan
tetapi.
5.Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata
seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang
lain yang terdapat di dalam kalimat.
C. Tanda Titik Koma (;)
1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk
memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan
setara.
Misalnya: Malam makin larut; pekerjaan belum
selesai juga.
2. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai
pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat
yang setara di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah pergi bekerja di ladang; Ibu sibuk memasak di dapur; Kakak menyanyi di
kamar;
saya sendiri asyik menonton televisi.
D. Tanda Titik Dua (;)
1. Tanda
titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti
rangkaian atau
pemerian.
Misalnya:
Kita memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
Tanda titik dua tidak dipakai jika
rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang
mengakhiri
pernyataan.
Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
2. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau
ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya: Ketua: Tino Prasetyo.
14
3.
Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan
pelaku dalam
percakapan.
4. Tanda titik dua dipakai:
a. Di antara jilid atau nomor dan halaman
b. Di antara bab dan ayat dalam kitab suci
c. Di antara judul dan anak judul suatu
karangan
d. Nama kota dan penerbit buku acuan dalam
karangan
e.
Tanda Hubung (-)
1. Tanda hubung menyambung suku-suku kata
dasar yang terpisah oleh penggantian baris.
Suku kata yang berupa satu vokal tidak
ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris.
2. Tanda hubung menyambung awalan dengan
bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan
bagian kata di depannya pada pergantian
baris.
Akhiran
–i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.
3. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata
ulang.
Angka 2 sebagai tanda ulang hanya
digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai
pada teks karangan.
4. Tanda hubung menyambung huruf kata yang
dieja satu-satu dan bagian tanggal.
Misalnya: s – e – p - t – e – m – b – e – r , 23-09-1990.
5. Tanda
hubung boleh dipakai untuk memperjelas:
a. Hubungan
bagian-bagian kata atau ungkapan
b. Penghilangan
bagian kelompok kata
Misalnya:
ber - evolusi, dua puluh lima-ribuan (20 x 5000)
F.
Tanda Pisah (--)
1. Tanda pisah membatasi penyisipan kata
atau kalimat yang member penjelasan di luar bangun
kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itu –saya yakin akan tercapai-- diperjuangkan oleh bangsa
sendiri.
15
2. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan
aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat
menjadi lebih jelas.
Misalnya:
Rangkaian temuan ini –evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom--
telah
mengubah persepsi kita tentang alam
semesta.
3. Tanda pisah dipakai di antara dua
bilangan atau tanggal dengan arti ‘sampai ke’ atau ‘sampai
dengan’. Misalnya: 1990--1998.
Catatan:
Dalam
pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi
sebelum dan sesudahnya.
G.
Tanda Elipsis (…)
1. Tanda
elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya: Kalau begitu… ya,
marilah kita
berangkat.
2. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam
suatu kalimat atau naskah ada bagian yang
dihilangkan. Misalnya: Sebab-sebab
kemerosotan…akan diteliti lebih lanjut.
Catatan:
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri
sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah
untuk menandai penghilangan teks dan satu
untuk menandai akhir kalimat.
H. Tanda Tanya (?)
1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat
tanya.
2. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung
untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan
atau yang kurang dapat dibuktikan
kebenarannya. Misalnya: Ia meninggal tahun 1980 (?).
I.
Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau
pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan,
ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya: Alangkah indahnya bunga itu!,
Merdeka!, Tutup jendela itu!
16
J.
Tanda Kurung ((…))
1. Tanda kurung mengapit keterangan atau
penjelasan. Misalnya: DIK (Daftar Isian Kegiatan).
2. Tanda kurung mengapit keterangan atau
penjelasan yang bukan integral pokok pembicaraan.
Misalnya: Keterangan itu (lihat table 12)
menunjukkan arus kenaikan harga sembako.
3. Tanda kurung mengapit huruf atau kata
yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Misalnya: Pejalan kaki itu berasal dari
(kota) Malang.
4. Tanda kurung mengapit angka atau huruf
yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya: Faktor produksi menyangkut
masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
K.
Tanda Kurung Siku ([…])
1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata,
atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan
pada kalimat atau bagian kalimat yang
ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan
atau kekurangan itu memang terdapat di
dalam naskah asli.
Misalnya:
Ayahanda men[d]engar bunyi gemerisik.
2. Tanda kurung siku mengapit keterangan
dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Misalnya: Persamaan kedua proses ini
(perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman
40- 45]) perlu dijelaskan di sini.
L.
Tanda Petik (“…”)
1. Tanda petik mengapit petikan langsung
yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan
tertulis lain.
2. Tanda petik mengapit judul syair,
karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
3.
Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang
mempunyai arti khusus.
4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca
yang mengakhiri petikan langsung.
Misalnya: Kata Ayah, “Saya juga tidak
tahu.”
5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian
kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang
mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan
arti khusus pada ujung kalimat atau bagian
kalimat.
17
Misalnya: Adik ku mendapat julukan “Si
Cengeng”.
Catatan:
Tanda
petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis
sama tinggi
di sebelah atas baris.
M. Tanda Petik Tunggal (‘…’)
1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang
tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya: “Apakah kau mendengar bunyi
‘kring-kring’ tadi?”
2. Tanda petik tunggal mengapit makna,
terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
Misalnya:
feed-back ‘balikan’
N.
Tanda Garis Miring (/)
1. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor
surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa
satu tahun yang terbagi dalam dua tahun
takwim.
Misalnya:
Tahun Anggaran 2010/2011, No. 23/EP/1990.
2. Tanda garis miring dipakai sebagai
pengganti kata atau, tiap.
Misalnya:
dikirimkan lewat darat/laut, harganya Rp 5000,00/lembar.
O.
Tanda Penyingkat (Apostrof) (‘)
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan
bagian kata atau bagian angka tahun. Misalnya: Dia
‘kan
ku kunjungi, 23 September ’90.
18
KAIDAH ISTILAH
Penulisan Huruf Serapan
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia
menyerap unsur dari berbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing
seperti Sansekerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris. Berdasarkan taraf
integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia
unsur
pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa
Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya
sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Pertanyaan
*
pertnyaan
:
1. Jelaskan mengenai tanda pisah .(I made)
*. tanda pisah menegaskan adanya
keterangan aposisi atau keterangan yang lain
sehinggah
kalimat menjadi lebih jelas .
2. Jelaskan menurut penjelasan anda,apa
yang di maksud dengan tanda seru .(Tirsa Goni)
*.tanda seru di pakai sesudah ungkapan
atau pertanyaan yang berupa seruan atau perintah yg
mengambarkan
kesungguhan,ketidakpercayaaan,atau pun rasa emosi yang kuat .
3. berikan contoh lain mengenai akronim
nama diri yang gabungan huruf awal dari deret kata di . Tulis seluruhnya dengan huruf kapital
.(Angel Ratu)
*.Contohnya ; FIP,UNIMA,danSD
19
BAB 3
PENUTUP
a.Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kelompok kami ambil adalah :
1.
Kaidah-kaidah
kebahasaan terdiri dari tiga kelompok besar yaitu kaidah ejaan, kaidah istilah
,dan kaidah tata bahasa
2.
Kaidah
ejaan membahas tentang pemakaian tanda baca.
3.
Kaidah
istilah membahas tentang penulisan huruf serapan, kaidah ejaan unsur-unsur
serapan,konsonan ganda, dan akhiran asing
4.
Kaidah
tata bahasa membahas tentang pengertian mengenai kalimat, dan pengertian
mengenai wacana
b.Saran
Saran dari kelompok kami yaitu :
1.
Perlunya
pemahaman yang lebih mendalam terhadap kaidah-kaidah kebahasaan yang berlaku
sesuai dengan ejaan yang di sempurnakan dan tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia
2.
Perlu
adanya batasan-batasan yang jelas mengenai materi yang termasuk dalam
masing-masing kaidah kebahasaan.
3.
Di
butuhkan banyak referensi baik dari buku,internet,maupun surat kabar.
Dartar Pustaka
Alwi,
Hasan. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.
Moeliono, Anton M. 1988.Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Pengajaran
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
Dr. Cece Sobarna. Kaidah dan Penerapan Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
Wikipedia. Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar