Minggu, 09 Oktober 2016

KAIDAH –KAIDAH KEBAHASAAN KAIDAH EJAAN, KAIDAH ISTILAH, DAN KAIDAH TATA BAHASA


LAPORAN HASIL DISKUSI
PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
KAIDAH –KAIDAH KEBAHASAAN
KAIDAH  EJAAN,  KAIDAH  ISTILAH,  DAN  KAIDAH    TATA BAHASA

   Di Susun oleh kelompok 3 :
   Kenny Titjo
   Mantari Binambuni
   Juliana Walanda
   Kurniati Modeong
   Ryan Tulumang
   Kelas 1B
 
  Dosen Pengajar :

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI MANADO
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN DASAR/PGSD
                                                                              2012

 
  Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat yang telah   diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan ini tepat pada waktunya
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
Dosen  yang telah memberikan ilmu dan bimbingan sebelum pembuatan makalah ini
Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang sudah sangat membantu dalam terselesaikannya makalah ini
Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung juga membantu dalam pembuatan makalah ini
Harapan penulis semoga dengan adanya pembuatan Laporan ini dapat berguna bagi kita sebagai calon guru sekolah dasar dalam tata kebahasaan semakin bertambah.
Penulis menyadari bahwa Laporan ini masih jauh sempurna, untuk itu penulis harapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar menjadi lebih baik dimasa yang akan datang.
Apabila terjadi kesalahan dalam penulisan makalah ini penulis mohon maaf yang setulus-tulusnya.





                                                                     Penulis




                                                                                      ii



Daftar Isi

  Kata Pengantar     .........................................................................................i
  Daftar Isi     ....................................................................................................ii
  Bab 1 Pembahasan     ..................................................................................1
                   a.  Latar Belakang       .................................................................1
                    b.Rumusan Masalah   .............................................................1
                    c.Tujuan     ................................................................................2
                    d.Manfaat     .............................................................................2
  Bab 2 Kajian Pustaka     ...............................................................................3
                I. Pemakaian Huruf     ..................................................................4
                II. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring     ....................7
                III. Penulisan Kata     ....................................................................8
                IV. Pemakaian Tanda Baca     ....................................................13
  Bab 3 Penutup     ...........................................................................................20
                a.Kesimpulan     ............................................................................20
                b.Saran     ......................................................................................20
  Daftar Pustaka     ...........................................................................................21







ii


BAB 1
PENDAHULUAN
 
 a. Latar Belakang
         Dalam pemahaman umum, bahasa Indonesia sudah diketahui sebagai alat berkomunikasi.             Setiap situasi memungkinkan seseorang memilih variasi bahasa yang akan digunakannya. Berbagai faktor turut menentukan pemilihan tersebut, seperti penulis, pembaca, pokok pembicaraan,dan sarana.
Dalam berbahasa Indonesia, tingkat kesadaran dan kepatuhan akan kaidah-kaidah kebahasaan secara jelas tergambarkan melalui perilaku berbahasa kita, baik ketika kita menggunakan bahasa Indonesia dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk tulisan. Tata bahasa baku bahasa Indonesia pada dasarnya merupakan rambu-rambu yang harus disadari dan sekaligus dipatuhi oleh para pemakai bahasa Indonesia agar perilaku berbahasa mereka tetap memperlihatkan ciri kerapian dan kecermatan. Kerapian dan kecermatan berbahasa ini hanya mungkin apabila bahasa Indonesia itu sendiri sebagai alat komunikasi memang telah siap untuk digunakan secara rapi dan cermat.
Ada dua hal mendasar yang harus dipenuhi oleh bahasa Indonesia agar bahasa persatuan dan bahasa negara milik bangsa Indonesia itu tetap mantap dapat digunakan sebagai alat komunikasi yang efektif dan efisien. Pertama, kaidah-kaidah kebahasaannya harus mantap. Kedua, perbendaharaan kata dan peristilahannya harus kaya dan lengkap. Apabila kedua macam persyaratan itu terpenuhi, bahasa Indonesia telah siap untuk digunakan secara rapi dan cermat untuk berbagai keperluan komunikasi, termasuk dalam konteks upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.


   b. Rumusan Masalah
   Berdasarkan uraian latar belakang di atas, masalah yang mungkin akan muncul antara lain:
1.      Bagaimanakah kaidah-kaidah kebahasaan bahasa Indonesia yang benar menurut tata bahasa
        baku bahasa Indonesia?
   2.    Hal-hal apa sajakah yang termasuk dalam kaidah ejaan, kaidah istilah, dan kaidah tata bahasa?
   3.    Bagaimanakah penerapan kaidah-kaidah kebahasaan tersebut dalam hal berkomunikasi baik
           lisan maupun tertulis?
1

c. Tujuan
    Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah kaidah-kaidah kebahasaan ini adalah:
1.      Mahasiswa mengerti dan memahami kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang berlaku menurut
      tata bahasa baku bahasa Indonesia.
2.      Mahasiswa mampu menerapkan kaidah-kaidah kebahasaan yang berlaku tersebut dalam
      komunikasi baik secara lisan maupun tertulis.
3.      Mahasiswa mampu membandingkan kaidah-kaidah kebahasaan yang selama ini berlaku
      di masyarakat dengan kaidah-kaidah kebahasaan menurut tata bahasa baku bahasa
      Indonesia yang benar.
4.      Mahasiswa mampu mengevaluasi kesalahan pada penggunaan kaidah-kaidah kebahasaan yang
      tidak benar dalam komunikasi lisan maupun tertulis selama ini.


  d. Manfaat
       Manfaat yang diperoleh dari pembuatan makalah kaidah-kaidah kebahasaan ini adalah untuk   mengetahui secara lebih detail dan terperinci tentang kaidah-kaidah kebahasaan bahasa Indonesia yang benar menurut tata bahasa baku bahasa Indonesia. Kaidah-kaidah kebahasaan yang dimaksud adalah kaidah dalam hal ejaan, istilah, dan tata bahasa. Setelah mengetahui kaidah-kaidah kebahasaan yang benar, mahasiswa akan mampu membuat kesimpulan dan membandingkannya dengan bahasa yang telah mereka gunakan selama ini, apakah sudah sesuai dengan kaidah kebahasaan yang berlaku atau belum sama sekali.






2
   
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

   a. Tinjauan Pustaka
        Makalah kaidah-kaidah kebahasaan ini membahas tentang kaidah-kaidah kebahasaan secara garis besar. Kaidah-kaidah kebahasaan yang dibahas dalam makalah ini dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu kaidah ejaan, kaidah istilah, dan kaidah tata bahasa. Kaidah ejaan perlu dibahas agar mengetahui hal-hal apa saja yang termasuk dalam ejaan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta cara penerapannya. Kaidah istilah perlu dibahas agar mengetahui dasar-dasar serta unsur-unsur penyerapan bahasa asing. Kaidah tata bahasa perlu dibahas agar mengetahui tata bahasa baku bahasa Indonesia yang baik dan benar.
 
b. Kerangka Pemikiran
       Makalah kaidah-kaidah kebahasaan ini terdiri dari tiga kelompok besar, yaitu kaidah ejaan, kaidah   istilah, dan kaidah tata bahasa. Pada kaidah ejaan, dibahas mengenai pemakaian huruf, mulai dari pemakaian huruf abjad hingga pemenggalan kata, pemakaian huruf kapital dan huruf miring, penulisan kata, serta pemakaian tanda baca. Pada kaidah istilah, dibahas mengenai penulisan huruf serapan, kaidah ejaan huruf serapan, konsonan ganda, serta akhiran asing. Pada kaidah tata bahasa, dibahas mengenai pengertian mengenai tata bunyi, pengertian mengenai pembentukan kata, pengertian mengenai kalimat, serta pengertian mengenai wacana. Masing-masing dari pokok bahasan makalah ini kemudian diuraikan pengertian dan pada bagian akhirnya disertai dengan contoh untuk lebih memudahkan pemahaman.








3

  I. Pemakaian Huruf

  a. Huruf Abjad
      Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas:
      Huruf Nama Huruf Nama Huruf Nama
      Aa a Jj je Ss es
      Bb be Kk ka Tt te
      Cc ce Ll el Uu u
      Dd de Mm em Vv ve

  b. Huruf Vokal
     Huruf yang melambangkan vocal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, i, u, e, dan o.
     Huruf Vokal Contoh Pemakaian dalam Kata
     Di Awal Di Tengah Di Akhir
     a api padi lusa
     e* enak petak sore
     emas kena tipe

    *): Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan
     keraguan.


   c. Huruf Konsonan
       Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g,
       h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
4
       Huruf Konsonan Contoh Pemakaian dalam Kata
       Di Awal Di Tengah Di Akhir
       b bahasa sebut adab
       c cakap kaca -
       d dua ada abad

      *): Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah.
      **): Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu.

  d. Huruf Diftong
        Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
        Huruf Diftong Contoh Pemakaian dalam Kata
        Di Awal Di Tengah Di Akhir
        ai ain syaitan pandai
        au aula saudara harimau
        oi - boikot amboi

  e. Gabungan Huruf Konsonan
         Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan,
         yaitu
         kh, ng, ny, dan sy.
         GabunganHuruf
         Konsonan Contoh Pemakaian dalam Kata
         Di Awal Di Tengah Di Akhir
         kh khusus akhir tarikh
         ng ngilu bangun senang

5
    f. Pemenggalan Kata
   1.   Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut:
   a.   Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan kata itu dilakukan antara kedua
         huruf
         vokal itu.
         Misalnya: ma - in, sa - at, bu - ah.
          Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak dilakukan
         di antara kedua huruf itu.
         Misalnya: sau-da-ra bukan sa-u-da-ra.
   b.    Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua buah
         huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
         Misalnya: ba - pak, ba-rang, la-wan, de-ngan.
   c.    Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara
         kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
         Misalnya: man - di, som - bong, swas - ta, makh - luk, Ap - ril.
   d.    Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara
         huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
         Misalnya: ins - trumen, in - fra, bang - krut, ikh - las.
2.      Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk
      serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada
      pergantian baris.
        Misalnya: makan - an, mem - bantu, pergi - lah, me – rasa - kan.
        Catatan:
        • Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal.         
        • Akhiran –i tidak dipenggal.
        • Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan sebagai berikut:
            Misalnya: te – lun - juk, ge – li - gi, si – nam - bung.
6
3.      Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan
       unsur lain, pemenggalan kata dapat dilakukan:
   1)   Di antara unsur-unsur itu atau
   2)   Pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c, dan 1d di atas.
         Misalnya: bio-grafi, bi – o – gra - fi; pasca - panen, pas – ca – pa - nen.
         Keterangan:
          Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia
         yang Disempurnakan kecuali jika ada pertimbangan khusus.

    II. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
    a.  Huruf Kapital atau Huruf Besar
    1.  Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
         Misalnya: Dia harus bekerja keras.
    2.  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
         Misalnya: Nenek menasehati, “Berhati-hatilah, Nak!”
4.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama
      Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
         Misalnya: Allah, Yang Mahakuasa, Quran, hamba-Mu.
5.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagaman yang diikuti nama orang.
         Misalnya: Haji Sulaiman, Sultan Baharuddin, Nabi Muhammad.
         Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar, kehormatan, keturunan, dan
         keagamaan yang tidak diikuti nama orang.
         Misalnya: Tahun depan ia pergi naik haji.
6.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama
orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
         Misalnya: Wakil Presiden Boediono, Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan.
          Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti
7
 nama orang, atau nama tempat.
         Misalnya: Siapa nama perdana menteri yang baru dilantik itu?

  b. Huruf Miring
   1.  Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menulis nama buku, majalah, dan surat kabar yang
        dikutip dalam tulisan.
        Misalnya: majalah Jawa Pos, kitab Negarakertagama.
   2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata,
       kata, atau kelompok kata.
       Misalnya: Makalah ini tidak membicarakan pembentukan kalimat.
       Dia bukan menipu, tetapi ditipu.
   3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing
       yang telah disesuaikan ejaannya.
       Misalnya: Nama ilmiah buah manggis adalah Carcinia mangostana.
       Belanda menerapkan politik devide et impera.
       Tetapi: Negara itu telah mengalami tiga kudeta.
       Catatan:
        Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring diberi satu garis di
       bawahnya.

    III. Penulisan Kata
    A.  Kata Dasar
         Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Misalnya: Buku itu sangat tebal.
   
B.  Kata Turunan
    1.  Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Misalnya:
         mempermainkan, penetapan, bergeletar.
8
2.  Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata
         yang
        langsung mengikuti atau mendahuluinya. Misalnya: bertepuk tangan, menganak sungai, garis
        bawahi, sebar luaskan.
   3.  Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur
        gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya: menggarisbawahi, menyebarluaskan,
        dilipatgandakan, penghancurleburan.
   4.  Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis
          serangkai. Misalnya: adipati, mahasiswa, kolonialisme, antarkota, narapidana, semiprofesional,
         multilateral.
         Catatan:
1)      Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di antara kedua
      unsur itu dituliskan tanda hubung (-). Misalnya: non-Indonesia, pan-Afrikanisme.
2)      Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar,
gabungan itu ditulis terpisah. Misalnya: Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungi kita.
   C. Kata Ulang
           Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Misalnya: buku-buku, kura-kura, gerak-gerik, lauk-pauk, berjalaln-jalan, dibesar-besarkan, terus-menerus, menulis-nulis, porak-poranda.
  
    D. Gabungan Kata
    1. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya
        ditulis
        terpisah. Misalnya: duta besar, meja tulis, rumah sakit.
    2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian,
        dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang
        bersangkutan. Misalnya: alat pandang-dengar, anak-istri saya.
    3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai. Misalnya: acapkali, adakalanya, beasiswa, bumiputra,
9
bilamana, peribahasa, radioaktif, sukacita, olahraga, sediakala, puspawarna, sebagaimana,
        paramasastra, daripada.
 
 E.    Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya
         Kata ganti ku dank au ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya: ku, mu, dan nya ditulis
        serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: Apakah yang kaumiliki boleh kuambil?;
        Bukuku, bukumu, dan bukunya, ada di atas kantor.

F.    Kata Depan di, ke, dan dari
        Kata depan di, ked an dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan
       kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.

G.    Kata si dan sang
        Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya: Singa itu marah sekali
        kepada sang Gajah; Bingkisan kado itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.

H.    Partikel
   1.   Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya:
         bacalah, apakah, siapakah, adalah, apatah.
   2.  Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya: apa pun, satu kali pun,
         pulang pun, adik pun.
        Catatan:
        Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, anadaipun, ataupun, bagaimanapun,
        biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, walaupun.
   3.  Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang
        mendahului atau mengikutinya. Misalnya: Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 Juni;
        Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu; harga kain itu Rp 5.000,00 per helai.

10
I.      Singkatan dan Akronim
   1.  Singkatan adalah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
    a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik.
        Misal: S. Kar, Sdr. , M. B. A.
    b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta
       nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak
       diikuti
       dengan tanda titik. Misal: MPR, PGRI.
    c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Misal: dll. , dsb. ,  
      dst., Yth. , sda. . Tetapi: a. n. , d. a. , s. d. .
     d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda 
      titik. Misal: Cu, cm, Rp, kg, kVA, TNT, l.
  2. Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun
      gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
a.      Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan
          huruf kapital. Misal: ABRI, SIM, IKIP.
   b.  Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari
        deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital. Misal: Akabri, Bappenas, Kowani, Kapolri.
         Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf dan suku kata dari deret kata
         Seluruhnya ditulis dengan huruf kecil. Misal: pemilu, radar, tilang, rudal, rapim.
         Catatan:
         Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut:
   1)  Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia.
   2)   Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vocal dan konsonan yang sesuai
        dengan pola kata Indonesia yang lazim.

 J.  Angka dan Lambang Bilangan
   1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim
11
       digunakan angka Arab atau angka Romawi.
   2.  Angka digunakan untuk menyatakan:
        a. Ukuran panjang, berat, luas, dan isi
        b. Satuan waktu
        c.  Nilai uang
       d.  Kuantitas
   3. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada
       alamat.
   4.  Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
   5.  Penulisan lambang bilangan yang dengan huruf dilakukan sebagai berikut:
       a. Bilangan utuh
       b. Bilangan pecahan
   6.  Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang berikut. Misalnya: Paku
        Buwono X, abad ke-20 ini, tingkat II.
7.      Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti. Misalnya: tahun ’50-an (tahun
        lima puluhan).
8.      Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali
        jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan
        pemaparan.
       Misalnya:  Ayah memesan dua puluh ekor ayam; Dia antara 100 orang yang hadir, 75 orang  
                          setuju, dan 25 orang tidak setuju.
   9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah
        sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada
        awal kalimat.
        Misalnya: Sepuluh orang tewas dalam kebakaran itu; Ibu mengundang 500 orang tamu.
   10. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah
         dibaca. Misalnya: 250 juta, 300 milyar.
12
  11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam
          dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
   12.  Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat. Misalnya: Saya
          sertakan uang tunai sebesar Rp 350.000,00 (tiga ratus lima puluh ribu rupiah).

   IV. Pemakaian Tanda Baca
   A. Tanda Titik (.)
   1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan.
   2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
      Misalnya: 1.1.2 Isi karangan.
      Catatan:
       Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka
      atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.
   3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
       Misalnya: pukul 2.46.10 (pukul 2 lewat 46 menit 10 detik).
   4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka
       waktu. Misalnya: 20.45 jam (20 menit, 45 detik).
   5. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya
       dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
    
B. Tanda Koma (,)
   1. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
       Misalnya: Satu, dua, tiga!
   2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya
       yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
   3. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu
       mendahului induk kalimatnya. Misalnya: Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
13
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat
       itu mengiringi induk kalimatnya. Misalnya: Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
   4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat
        pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan
       tetapi.
   5.Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang
      lain yang terdapat di dalam kalimat.
    
  C. Tanda Titik Koma (;)
   1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan
       setara.
      Misalnya: Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.
   2. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat
      yang setara di dalam kalimat majemuk.
     Misalnya: Ayah pergi bekerja di ladang; Ibu sibuk memasak di dapur; Kakak menyanyi di kamar;
     saya sendiri asyik menonton televisi.
    
  D. Tanda Titik Dua (;)
   1.  Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau
        pemerian.
        Misalnya: Kita memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
        Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang
        mengakhiri
        pernyataan.
        Misalnya: Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
   2. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
       Misalnya: Ketua: Tino Prasetyo.
  
14
3. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam
       percakapan.
   4. Tanda titik dua dipakai:
   a. Di antara jilid atau nomor dan halaman
   b. Di antara bab dan ayat dalam kitab suci
   c. Di antara judul dan anak judul suatu karangan
   d. Nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan
  
e. Tanda Hubung (-)
   1. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh penggantian baris.
        Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris.
    2. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan
        bagian kata di depannya pada pergantian baris.
        Akhiran –i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.
    3. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
         Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai
        pada teks karangan.
    4. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian tanggal.
        Misalnya: s – e – p    - t – e – m – b – e – r , 23-09-1990.
   5.  Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas:
   a.  Hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan
   b.  Penghilangan bagian kelompok kata
        Misalnya: ber - evolusi, dua puluh lima-ribuan (20 x 5000)
  
F. Tanda Pisah (--)
   1. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang member penjelasan di luar bangun   
       kalimat.
       Misalnya: Kemerdekaan bangsa itu –saya yakin akan tercapai-- diperjuangkan oleh bangsa sendiri.
15
 2. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat
      menjadi lebih jelas.
       Misalnya: Rangkaian temuan ini –evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom-- telah
      mengubah persepsi kita tentang alam semesta.
   3. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti ‘sampai ke’ atau ‘sampai
       dengan’. Misalnya: 1990--1998.
      Catatan:
       Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi
       sebelum dan sesudahnya.
  
G. Tanda Elipsis (…)
   1.  Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya: Kalau begitu… ya, marilah kita
        berangkat.
   2. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang     
    dihilangkan. Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan…akan diteliti lebih lanjut.
    Catatan:
    Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah
   untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat.

   H. Tanda Tanya (?)
   1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
   2. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan
      atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya: Ia meninggal tahun 1980 (?).
  
I. Tanda Seru (!)
   Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
   Misalnya: Alangkah indahnya bunga itu!, Merdeka!, Tutup jendela itu!
16
J. Tanda Kurung ((…))
   1. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan. Misalnya: DIK (Daftar Isian Kegiatan).
   2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan integral pokok pembicaraan.   
       Misalnya: Keterangan itu (lihat table 12) menunjukkan arus kenaikan harga sembako.
   3. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
       Misalnya: Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Malang.
   4. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
       Misalnya: Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
  
K. Tanda Kurung Siku ([…])
   1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan  
        pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan
       atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
       Misalnya: Ayahanda men[d]engar bunyi gemerisik.
   2. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
        Misalnya: Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman
       40-  45]) perlu dijelaskan di sini.
  
L. Tanda Petik (“…”)
   1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan
        tertulis lain.
   2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
    3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
   4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
        Misalnya: Kata Ayah, “Saya juga tidak tahu.”
    5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang
 mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian    
       kalimat.
17
  Misalnya: Adik ku mendapat julukan “Si Cengeng”.
       Catatan:
        Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi
       di sebelah atas baris.
  
 M. Tanda Petik Tunggal (‘…’)
   1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
        Misalnya: “Apakah kau mendengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
   2. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
       Misalnya: feed-back ‘balikan’
   
N. Tanda Garis Miring (/)
   1. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa
       satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
       Misalnya: Tahun Anggaran 2010/2011, No. 23/EP/1990.
   2. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
       Misalnya: dikirimkan lewat darat/laut, harganya Rp 5000,00/lembar.
  
O. Tanda Penyingkat (Apostrof) (‘)
    Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun. Misalnya: Dia
   ‘kan ku kunjungi, 23 September ’90.





18

KAIDAH ISTILAH

   Penulisan Huruf Serapan
   Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa lain, baik dari   bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti Sansekerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia
unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.


  Pertanyaan
  * pertnyaan :
     1. Jelaskan mengenai tanda pisah .(I made)
         *. tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain  sehinggah     
             kalimat menjadi lebih jelas .
     2. Jelaskan menurut penjelasan anda,apa yang di maksud dengan tanda seru .(Tirsa Goni)
         *.tanda seru di pakai sesudah ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan atau perintah yg
            mengambarkan kesungguhan,ketidakpercayaaan,atau pun rasa emosi yang kuat .

     3. berikan contoh lain mengenai akronim nama diri yang gabungan huruf awal dari deret kata di                      .         Tulis seluruhnya dengan huruf kapital .(Angel Ratu)
        *.Contohnya ; FIP,UNIMA,danSD


19

BAB 3
PENUTUP
 
   a.Kesimpulan
           Kesimpulan yang dapat kelompok kami ambil adalah :
1.      Kaidah-kaidah kebahasaan terdiri dari tiga kelompok besar yaitu kaidah ejaan, kaidah istilah ,dan kaidah tata bahasa
2.      Kaidah ejaan membahas tentang pemakaian tanda baca.
3.      Kaidah istilah membahas tentang penulisan huruf serapan, kaidah ejaan unsur-unsur serapan,konsonan ganda, dan akhiran asing
4.      Kaidah tata bahasa membahas tentang pengertian mengenai kalimat, dan pengertian mengenai wacana
      b.Saran
            Saran dari kelompok kami yaitu :
1.      Perlunya pemahaman yang lebih mendalam terhadap kaidah-kaidah kebahasaan yang berlaku sesuai dengan ejaan yang di sempurnakan dan tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia
2.      Perlu adanya batasan-batasan yang jelas mengenai materi yang termasuk dalam masing-masing kaidah kebahasaan.
3.      Di butuhkan banyak referensi baik dari buku,internet,maupun surat kabar.



 

  Dartar Pustaka

    Alwi, Hasan. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.
   Moeliono, Anton M. 1988.Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka.
   Tarigan, Henry Guntur. 1984. Pengajaran Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
   Dr. Cece Sobarna. Kaidah dan Penerapan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
   Wikipedia. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang  Disempurnakan.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar